TEMPO.CO, Bandung - Ketua Organisasi Angkutan Darat (Organda) Kota Bandung Neneng Djuraidah mengatakan perubahan trayek angkutan kota (angkot) 08 sangat terburu-buru. Perubahan jalur tersebut tanpa melalui proses survei bersama. “Jadi ada percikan. Sekarang tinggal membereskan masalah yang tersisa,” ujarnya, Minggu, 8 November 2015.
Menurut Neneng, kebijakan pemerintah tersebut di luar proses penataan ulang rute baru yang kini baru diuji coba pada dua jalur untuk masing-masing koperasi pengurus angkot, yakni Koperasi Angkutan Masyarakat (Kopamas) dan Koperasi Bandung Tertib (Kobanter). “Anggota setuju kalau (penataan rute) sesuai dengan aturan. Jangan sampai ada singgungan antartrayek,” ucapnya.
Sebelumnya, pada Sabtu sore lalu, terjadi perkelahian di Jalan Ibrahim Adjie atau Kiaracondong yang berpotongan dengan Jalan Jenderal Ahmad Yani dan Jalan Jakarta. Pihak yang bertikai adalah beberapa sopir dan pengurus angkutan kota trayek Panghegar-Dipati Ukur yang menginduk ke Kobanter dengan angkot 08 trayek Cicaheum-Cibaduyut. Angkot 08 bernaung di bawah Koperasi Bina Usaha Transportasi Republik Indonesia (Kobutri).
Ketua Pengurus Angkot Kobanter Dadang Hamdani pada Ahad menuturkan empat anggotanya terluka. Seorang sopir dilarikan ke Rumah Sakit Mata Cicendo. Beberapa kaca depan dan belakang angkot anggotanya juga pecah. Selain itu, ada yang merampas uang setoran sopir.
Ketegangan itu, kata Dadang, akibat rute baru angkot 08 bersinggungan dengan dua jalur angkot lain. Pada 3 November lalu, Wali Kota Bandung Ridwan Kamil meluncurkan angkot 08, hasil perubahan angkot 05 dengan warna cat dan rute baru, yakni Terminal Cicaheum-Leuwipanjang.
Pengubahan itu terkait dengan keluhan masyarakat soal pelayanan sopir dan citra buruk angkot 05 yang melayani rute Cicaheum-Cibaduyut. “Benturan dengan trayek lain itu bukan rerouting, tapi permasalahan baru,” ujar Dadang. Pihaknya meminta jalur angkot 08 kembali ke rute semula saat menjadi angkot 05.
ANWAR SISWADI