TEMPO.CO, Jakarta - Kepala Kepolisian RI Jenderal Badrodin Haiti menganggap surat edaran tentang ujaran kebencian alias hate speech yang ia keluarkan tidak luar biasa. Menurutnya, kepolisian sering membuat surat dan telegram semacamnya, tapi kali ini Badrodin agak heran mengapa reaksi publik di luar kebiasaan.
"Saya tidak sangka ini bisa menimbulkan reaksi, bahkan berkali-kali saya tertawa, ternyata reaksinya luar biasa," kata Badrodin.
Baca Juga:
Menurut Kapolri, orang yang berkomentar negatif soal surat edaran ini adalah mereka yang tidak mengerti hukum. Orang yang terlalu vokal bereaksi, kata dia, adalah mereka yang terlalu khawatir. Padahal pencegahan penebar kebencian sudah lama dibahas dan bukan hal yang baru. "Kami sudah sering berdiskusi dengan beberapa LSM terkait hate speech ini," kata Badrodin.
Surat edaran ini sebetulnya disusun oleh Kapolri untuk anggota Polri yang dianggap tidak tahu dan ragu-ragu dalam menyikapi pihak-pihak yang melakukan penebaran kebencian. Menurutnya, masih banyak ditemukan masalah di lapangan, tapi banyak yang ragu-ragu.
"Memang sebetulnya, negara ini harus hadir mengatur ujaran kebencian. Kalau ada yang merasa dilanggar hak-haknya kalau enggak lapor, mereka ambil caranya sendiri," kata Badrodin.
Kapolri tidak menampik surat edaran ini berdampak pada munculnya interpretasi dan tanggapan beragam. Menurutnya, ada yang menganggap ini melanggar hak asasi manusia, ada yang menudingnya mempunyai niat terselubung, sebagai alat kekuasaan, dan bertujuan membungkam orang-orang yang kritis.
"Kami bisa memahami itu, sebab kami tidak bisa menyeragamkan mereka. Ini (surat edaran) berangkat dari niat tulus untuk memberitahukan internal kami," kata Badrodin.
Menurut Badrodin, pemikiran dalam surat edaran ini sangat sederhana dan didasari pengalaman serta temuan kasus di lapangan. Dengan adanya surat edaran ini, Kapolri ingin anggotanya tahu bagaimana bentuk ujaran kebencian tersebut dan menelitinya sehingga tahu cara mencegahnya sedini mungkin sebelum terjadi tindak pidana.
LARISSA HUDA