TEMPO.CO , Jakarta:- Banyak dokter, sering memberikan obat yang sebetulnya tak diperlukan pasien tapi sering diresepkan. Guru Besar Farmakologi Universitas Gadjah Mada Yogyakarta Iwan Dwiprahasto mengatakan, kesukaan dokter memberi antibiotik cukup mengkhawatirkan. “Batuk sedikit dikasih antibiotik,” katanya kepada Tempo, Oktober 2015 lalu.
Iwan menyebut hasil survey tahun 2010 dimana, sekitar 80 persen resep dokter di Indonesia mengandung antibiotik. Padahal di banyak negara lain dokter sangat hati-hati memberikan antibiotik, khawatir menyebabkan resistensi. Di Belanda, menurut Iwan, hanya 12 persen resep dokter yang mengandung antibiotik.
Cerita antibiotik pernah dialami Tulus Abadi. Ketua Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia Tulus Abadi, pernah marah-marah di sebuah rumah sakit di Depok lantaran biaya obat anaknya.
Tulus bercerita, anaknya dirawat karena demam berdarah. Ia amat kaget begitu tahu ongkos obat mencapai Rp 500 ribu per hari. “Saya lalu meminta rincian tagihan ke perawat,” katanya.
Ternyata anaknya diberi antibiotik. Yang bikin kaget, Tulus mengecek harganya di pasaran, ternyata separuh dari tagihan obat tadi.
Bergelut di bidang advokasi konsumen, Tulus tahu betul pasien demam berdarah tidak membutuhkan antibiotik, kecuali ada infeksi bakteri yang terlacak melalui pemeriksaan kultur darah. Dia pun mengancam akan mengadu ke Majelis Kehormatan Etik Kedokteran. “Setelah saya protes, jadi turun tagihan obatnya,” kata dia.
Baca juga:
Suap Dokter=40 % Harga Obat: Inilah Modus yang Mengejutkan
Eksklusif, Suap Obat: Dirut RSCM Pernah Ditawari PSK
LEBIH DALAM LAGI: BACA INVESTIGASI TEMPO Jejak Suap Resep Obat
TIM INVESTIGASI TEMPO