TEMPO.CO, Jakarta - Sejak Januari 2015, pilot senior Kapten Oliver Siburian tak lagi mendapat kesempatan terbang dari maskapai penerbangan swasta Lion Air. Namun, ia pun tak diberhentikan dari Lion alias statusnya menggantung. Oliver, yang kemudian menggugat Lion Air Rp 5,4 miliar pada Mei 2015, menduga perkaranya berawal dari keputusannya menolak pesawat rusak pada 27 Desember 2014 lalu.
Pada hari itu, Oliver mendapat tugas untuk menerbangkan pesawat Boeing 737-900ER rute Soekarno Hatta, Jakarta – Sultan Thaha, Jambi pada pukul 14.00. Namun, ketika pesawat dinyalakan pada pukul 13.00, mesin nomor dua pesawat itu tiba-tiba kepanasan. Suhunya naik dari 500 derajat celcius menuju 900 derajat celicus dengan cepat.
“Normalnya, pesawat stabil di suhu 500 derajat celcius dan baru mendekati 900 derajat celcius ketika take off, ” ujar Oliver ketika diwawancarai Tempo pada Kamis pekan lalu, 29 Oktober 2015. Mendapati mesin pesawat kepanasan atau umum disebut Hot Start, Oliver langsung menarik tuas mesin pesawat untuk mematikannya. Kalau tidak dimatikan, kata ia, mesin pesawat bisa meledak.
Oliver kemudian meminta teknisi untuk menyiapkan pesawat kedua. Menurut Oliver, hal itu untuk mencegah penerbangan ditunda terlalu lama. Namun, nyatanya, pesawat kedua yang berjenis 737-800NG itu pun rusak dengan ciri-ciri yang sama pula yaitu mesin nomor dua kepanasan.
Mendapat dua pesawat dengan kerusakan yang sama membuat Oliver ketakutan. Ia merasa disabotase. Ia kemudian membuat laporan keluhan kerusakan pesawat dan meminta izin untuk pulang. Teknisi Lion sempat mencoba menyakinkannya bahwa pesawat kedua itu masih laik jalan, namun Oliver bergeming. “Rasanya gak aman, lagipula ada pilot pengganti,” ujarnya.
Setelah kejadian itu, nasib Oliver tak lagi jelas di Lion. Selain tak mendapat kesempatan terbang lagi, gaji dan tunjangan untuknya pun berhenti cair sejak Maret 2015. Menurut Lion, kata Oliver, dirinya dihukum karena mangkir dari tugas tanpa alasan yang jelas. “Padahal saya meninggalkan laporan sebelum izin pulang. Ini Lion seperti cari-cari kesalahan saya,” ujarnya.
Kuasa hukum Lion Air, Harris Arthur Hedar, membenarkan bahwa pesawat yang hendak diterbangkan Oliver rusak. Namun, kerusakannya tidak terlalu besar dan bisa diperbaiki dengan cepat. Adapun soal surat izin, Harris mengatakan tak ada surat izin dari Oliver selain laporan kerusakan pesawat. “Dan ketika kami kirim surat peringatan soal tak adanya izin itu, ia tidak menanggapi.”
ISTMAN MP | TIM TEMPO