TEMPO.CO, Jakarta - Kepala Divisi Humas Mabes Polri Inspektur Jenderal Anton Charliyan menekankan surat edaran (SE) terkait dengan ujaran kebencian di media sosial untuk mencegah konflik tak terulang. Salah satu konflik masyarakat, yang antara lain dipicu oleh ujaran kebencian itu, adalah kerusuhan di Tolikara dan Aceh Singkil.
Menurut Anton, kepolisian mengakui surat edaran itu dibuat dengan dasar bahwa penyebaran benih-benih kebencian dianggap sebagai pemicu konflik. "Dasar dan urgensinya adalah dari dua peristiwa yang terjadi paling dekat, yakni peristiwa di Tolikara dan Aceh Singkil," kata Anton di Ruang Pers Divisi Humas Mabes Polri, Senin, 2 November 2015.
Kepolisian menemukan beberapa konflik yang terjadi berawal dari kata-kata yang kurang pantas dan menyinggung kelompok lain. Dicontohkan peristiwa di Aceh Singkil, polisi menilai peristiwa ini terjadi karena adanya penyebaran benih kebencian atau provokasi yang memicu amarah masyarakat.
Betul, kata Anton, bahwa penyebaran ujaran kebencian paling mudah dilakukan lewat dunia maya. Meski begitu, ia mengingatkan ujaran kebencian juga bisa disampaikan melalui media cetak, pamflet, orasi, bahkan pidato.
"Surat edaran tersebut mengingatkan kata dan bahasa yang merupakan cermin dari budaya. Tidak ada satu komunitas pun yang mengajarkan tentang kebencian. Mari gunakan bahasa dan kata yang baik," kata Anton.
Sebelumnya, Kepala Polri Badrodin Haiti menandatangani Surat Edaran Nomor SE/6/X/2015 tentang Penanganan Ujaran Kebencian (hate speech) pada Kamis, 8 Oktober 2015. Beberapa latar belakang dari aturan ini ialah persoalan mengenai ujaran kebencian semakin mendapat perhatian masyarakat nasional dan internasional, seiring dengan meningkatnya kepedulian terhadap perlindungan atas HAM.
Ujaran kebencian yang dimaksud pada surat edaran ini sama dengan tindak pidana yang diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) dan ketentuan lainnya, yaitu penghinaan, pencemaran nama baik, penistaan, perbuatan tidak menyenangkan, memprovokasi, menghasut, dan menyebarkan berita bohong. Juga, semua tindakan yang bertujuan atau berdampak pada tindak diskriminasi, kekerasan, penghilangan nyawa, dan atau konflik sosial.
Ujaran kebencian yang diatur dalam surat ini termasuk melalui media orasi saat berkampanye, spanduk atau banner, media sosial, demonstrasi, ceramah keagamaan, media massa, dan pamflet.
LARISSA HUDA