TEMPO.CO, Jakarta - Berikut ini bagian terakhir dari tulisan serial Tempo.co tentang kiprah Gatot Pujo Nugroho, Gubernur Sumatera Utara non aktif. Kisah masa muda Gatot seperti dituturkan Masri Sitanggang, seseorang yang kerap dipanggil 'guru' atau 'abang' oleh Gatot Pujo.
======
Menurut Masri Sitanggang, Gatot Pujo Nugroho pernah turun dari mobilnya dan memilih pulang dengan berjalan kaki. Ketika itu ada festival yang diikuti oleh organisasi masjid dakwah. "Saat pulang, ia diantar pakai mobil dan di dalamnya ada mahasiswi," ujar Masri.
Lantas, kata Masri, ada candaan khas mahasiswa saat itu yang saling menjodohkan yang satu dengan yang lainnya. "Gatot langsung meminta turun dan jalan kaki karena dia merasa candaan itu tidak pantas," kata Masri sambil tertawa terbahak-bahak mengenang peristiwa tersebut.
Masri mengatakan sikap Gatot saat itu terlihat sangat menonjol dibandingkan dengan pembina atau gurunya di masjid dakwah Universitas Sumatera Utara sekitar 1985. "Saat itu, masih jarang orang yang tidak mau bersalaman dengan perempuan. Sikap dia saat itu dapat dikatakan ekstrim," kata Masri.
Menurut pria yang saat ini menjabat Ketua Dewan Pimpinan Wilayah Partai Bulan Bintang Sumatera Utara, sikap yang ditunjukkan Gatot tersebut berasal dari ketaatannya dalam menjalankan apa yang tertuang dalam Al-Quran dan hadis. Masri mengakui hubungan dia dengan Gatot bukan guru dan murid dalam kelas.
Masri mengenal Gatot sejak 'adiknya' itu mengikuti organisasi yang ia dirikan, Masjid Dakwah. "Tutur katanya itu lembut, kalau bercanda juga tak seperti kami, ya santunlah," kata dia. Saat itu mengenal Gatot yang sudah menjadi asisten laboratorium politeknik sipil Universitas Sumatera Utara.
Ia mengatakan sepak terjang Gatot dalam dakwah sangat terkenal. Sebab, kata dia, Gatot bukan hanya mahir menghafal Al-Quran dan hadis. "Dia betul-betul menerapkan dalam kehidupan sehari-hari dan memegang teguh prinsip itu," kata dia.
Bahkan saking taatnya, Gatot memilih dijodohkan daripada mencari perempuan pilihan untuk dinikahi. Masri mengenang proses Gatot menikahi Tyas (Sutias Handayani), istri pertama sang gubernur, pun untuk mencegah hal-hal yang tidak baik.
Saat itu, Gatot dan Tyas mengikuti tarbiyah--semacam acara ceramah atau pengajian. Keduanya lantas dijodohkan dan Gatot memilih langsung menikahi Tyas. "Dia tidak mau pacaran. Padahal waktu itu banyak sekali yang naksir dia," ujar Masri.
Hingga Minggu malam, 1 November 2015, Tempo masih berupaya meminta konfirmasi terkait dengan cerita Masri kepada Gatot dan pengacaranya. Namun, pesan dan telepon belum berbalas.
Komisi Pemberantasan Korupsi menetapkan Gubernur Gatot dan istri keduanya, Evy Susanti, sebagai tersangka pada Selasa, 28 Juli 2015. Gatot dan Evi terseret sejak penyidik KPK mendalami aktor penyuapan dalam kasus tersebut. Hingga kini, kasus dugaan penyuapan hakim ini belum disidangkan.
Menurut seorang penegak hukum, para tersangka dan terperiksa telah menyebut peran Gatot-Evi, utamanya soal pendanaan. "Semua ini berdasarkan pengembangan dan pendalaman dari pemeriksaan saksi-saksi dan perolehan alat bukti lainnya," ujar dia.
Sebelum Gatot dan Evi, KPK telah lebih dulu menetapkan enam tersangka, yaitu pengacara Otto Cornelis Kaligis dan anak buahnya M. Yaghari Bhastara; Ketua PTUN Medan Tripeni Irianto Putro, dua hakim PTUN Medan bernama Amir Fauzi dan Dermawan Ginting, sekaligus panitera PTUN Medan bernama Syamsir Yusfan. OC Kaligis sudah disidang.
DINI PRAMITA | MUHAMAD RIZKI