TEMPO.CO, Kediri – Kebakaran yang sering melanda lereng Gunung Wilis memaksa Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Kediri mengevaluasi kegiatan tahunan napak tilas rute gerilya Jenderal Soedirman.
Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Kediri Nurmuhyar mengatakan kebakaran yang terjadi berulangkali di lereng Gunung Wilis menjadi ancaman bagi peserta napak tilas yang rencananya akan digelar pada 22 November 2015. Sebab sebagian besar jalur napak tilas menyisir lereng Wilis wilayah Kediri hingga Nganjuk.
Nurmuhyar masih memantau perkembangan situasi di lereng Gunung Wilis setelah kebakaran hebat bulan lalu. Titik api juga sempat muncul akhir pekan lalu walaupun bisa langsung dipadamkan oleh aparat Perhutani dan Kepolisian Sektor Mojo. “Akan kami kaji kegiatan napak tilas itu,” kata Nurmuhyar, Selasa, 27 Oktober 2015.
Ada beberapa skema yang telah dipersiapkan Dinas Pariwisata untuk menghindari jalur yang rawan kebakaran hutan. Pertama, menunda pelaksanaan napak tilas hingga menunggu situasi memasuki musim penghujan. Kedua, panitia menyeleksi peserta napak tilas dengan hanya memilih yang memiliki pengalaman dan kemampuan pendakian. “Selama ini kan siapapun boleh ikut,” katanya.
Kegiatan napak tilas Jenderal Soedirman merupakan agenda tahunan Pemerintah Kota Kediri sejak puluhan tahun lalu. Napak tilas melibatkan berbagai instansi mulai TNI, Polri, mahasiswa, pelajar, anak-anak, hingga masyarakat umum. Rute yang ditempuh dari Kediri hingga Desa Bajulan, Kecamatan Loceret, Kabupaten Nganjuk.
Masing-masing peserta baik perorangan maupun kelompok juga diwajibkan memakai atribut Jenderal Soedirman, seperti pakaian pejuang hingga mengusung tandu. Jika pada awalnya rute ini menempuh jarak 45 kilometer, panitia mulai menurunkan menjadi 25 kilometer saat kondisi rute tak lagi aman.
Terkait kondisi hutan di lereng Gunung Wilis yang kerap terjadi kebakaran, masyarakat berharap pemerintah menutup sementara jalur pendakian di kawasan itu. Selama ini Gunung Wilis menjadi lokasi favorit para pendaki untuk menikmati eksotisme keindahan alamnya. “Lebih baik ditutup dulu daripada memakan korban seperti Gunung Lawu,” kata Sutikno, warga Kecamatan Mojo.
HARI TRI WASONO