TEMPO.CO, Jakarta - Puluhan korban lumpur Lapindo yang berkas ganti ruginya belum dibayar menggelar istighasah dan sumpah pocong di tanggul lumpur titik 21, Desa Siring, Porong, Sidoarjo, Jawa Timur, Senin, 26 Oktober 2015. Mereka berdoa agar berkas ganti ruginya segera dibayar.
Istighasah dan sumpah pocong itu dilakukan persis di depan patung atau ogoh-ogoh Ical, panggilan Aburizal Bakrie. "Sumpah pocong ini berani kami lakukan karena berkas yang dimiliki warga memang benar," kata perwakilan korban lumpur, Abdul Fattah, Senin, 26 Oktober 2015.
Jumlah berkas ganti rugi warga yang belum dibayar karena masih dianggap bermasalah oleh PT Minarak Lapindo Jaya ada 80 berkas. Dari jumlah itu, selain karena masalah waris, sebagian besar disebabkan sengketa status tanah basah dan tanah kering.
PT Minarak Lapindo Jaya tidak mau membayar tanah warga sesuai kesepakatan awal saat pembayaran 20 persen. Berdasarkan kesepakatan, tanah warga dibayar dengan tanah kering. Namun, saat pemerintah memberikan dana talangan, Minarak diduga justru melanggar.
Minarak hanya mau membayar dengan presentase 60 persen tanah kering dan 40 persen tanah basah. Sementara harga tanah basah dan kering terpaut jauh. Tanah basah hanya dibayar Rp 120 ribu per meter, sedangkan tanah kering Rp 1 juta.
Saat ini berkas ganti rugi warga masih ditahan Minarak dan belum diserahkan ke Badan Penanggulang Lumpur Sidoarjo (BPLS) untuk divalidasi sebagai syarat pencairan dana talangan ganti rugi sebelum dikirim ke kantor perbendaharan negara di Jakarta. "Kami berharap pemerintah pusat mengawal," ujarnya.
Pembayaran dana talangan ganti rugi saat ini masih menyisahkan 128 dari total 3.331 berkas. Jumlah itu termasuk 80 berkas di atas. Selebihnya belum dibayar karena belum melakukan tanda tangan nominatif dan tinggal menunggu pengiriman berkas ke
kantor perbendaharaan negara di Jakarta.
NUR HADI