TEMPO.CO, Bandung - Tidak seperti biasanya, sudah dua hari ini Kota Bandung diselimuti kabut putih. Kabut ini bahkan sempat membuat jadwal penerbangan di Bandara Husein Sastranegara terhambat. Beberapa maskapai tidak diperkenankan terbang.
Dari pantauan Tempo, di beberapa daerah di Kota Bandung, kabut memang tidak terlalu tebal. Namun, keberadaannya hingga siang hari jelas mengganggu penglihatan.
Peneliti dari Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), Muhamad Iid, menjelaskan, kabut putih yang menyelimuti Bandung dan sekitarnya ini bukan paparan asap kebakaran hutan yang terjadi di Sumatera dan Kalimantan.
"Bukan karena kabut asap. Angin yang melewati Jawa Barat itu dari arah tenggara," kata Iid saat dihubungi Tempo melalui ponselnya, Sabtu, 24 Oktober 2015.
Iid menambahkan, wilayah Jawa Barat saat ini masih dalam periode musim kemarau karena adanya fenomena El Nino. Diprediksi kemarau di Jawa Barat terjadi hingga akhir 2015.
"Ada kondisi perubahan-perubahan cuaca dari kondisi musim kemarau ke musim hujan atau dikenal dengan peralihan," ujarnya.
Kabut di wilayah Bandung, Iid menjelaskan, merupakan salah satu indikasi masuknya musim penghujan. Dari hasil penelitian, beberapa hari kemarin kondisi suhu di wilayah Bandung umumnya bisa memicu penguapan yang berpotensi terbentuknya awan-awan hujan. Iid memastikan kabut di Kota Bandung bukan polutan.
"Kalau saya analisa kabut asap terjadi dari adanya kumpulan titik-titik air di atmosfer, bukan polutan," tuturnya.
Meski demikian, ada faktor yang cukup mempengaruhi turunnya hujan yakni angin. Tidak hanya bisa menggagalkan hujan, angin juga berpotensi menjadi badai. Iid menyatakan fenomena kabut ini sebagai hal yang normal. Menurut dia, hal yang perlu diwaspadai adalah kemungkinan-kemungkinan terjadinya kondisi cuaca ekstrem seperti hujan lebat disertai angin kencang. "Kalau kondisi anginnya kencang kadang bisa sampai tidak terjadi hujan atau hujannya ringan," ujarnya.
Lebih lanjut, Iid menambahkan, kondisi berkabut sejak kemarin, terjadi akibat adanya penjalaran massa udara dari Samudra Indonesia yang bersifat panas dan kering bertemu dengan udara dingin di utara Jawa.
Iid menuturkan, ada gangguan di lapisan atas 2.000-3.500 meter di mana seharusnya suhu udara akan menurun berdasarkan ketinggian. Namun, kondisi pada Jumat, 23 Oktober, suhu udara di atas lebih hangat sedangkan dibawahnya relatif dingin. "Sehingga seolah-olah udara dimampatkan dan terlihat sebagai kabut," ujarnya.
PUTRA PRIMA PERDANA
Baca juga:
Skandal Suap: Terkuak, Ini Cara Dewie Limpo Bujuk Menteri
Dewie Limpo Terjerat Suap: Inilah Sederet Fakta Mengejutkan