TEMPO.CO, Jakarta - Wakil Presiden Jusuf Kalla mengatakan pemilihan kepala daerah lebih rawan dibanding pemilihan presiden. Menurut Kalla, pilkada dianggap lebih membawa emosi keluarga dan kelompok.
Sebaliknya, kata Kalla, pemilu presiden dinilai lebih memiliki potensi rawan konflik rendah karena jangkauannya lebih luas. "Ya karena kalau pemilu presiden prioritasnya tidak terlalu sempit," katanya saat memberi arahan kepada aparatur sipil negara tentang netralitas pemilu di kantor Wakil Presiden, Jakarta, Jumat, 23 Oktober 2015.
Konflik pilkada juga sulit diminimalkan karena adanya otonomi daerah. Otonomi ini membuat kementerian tidak punya lagi perintah langsung sampai ke bawah. Kalla meminta semua pihak sama-sama mengawasi pelaksanaan pilkada pada Desember mendatang. "Untuk itu, kondisi yang aman ini harus dipertahankan."
Pemilihan umum, kata dia, juga harus bebas dari manipulasi, baik penyelenggara, peserta pemilu, maupun kepala daerah. Sebab, selama 15 tahun terakhir, pemilihan umum di Indonesia merupakan yang terbaik di antara negara Asia. Di beberapa negara lain, pemilu selalu diiringi konflik.
Khusus kepada aparatur sipil negara, dia meminta mereka netral dalam pemilihan kepala daerah serentak pada 9 Desember mendatang. Netralitas aparatur, menurut dia, merupakan bagian dari demokrasi.
Menurut Kalla, aparatur sipil sekarang berbeda dengan Korps Pegawai Republik Indonesia 15 tahun silam. "Waktu itu, Korpri mesti siap menjalankan fungsinya berpihak kepada partai yang menang," ujarnya.
FAIZ NASHRILLAH