TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Pemberdayaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Yuddy Chrisnandi mengatakan pegawai negeri sipil yang tak netral dalam pemilihan kepala daerah bisa dicopot. Langkah tegas ini bisa dilakukan karena sudah berlandaskan undang-undang.
"Sanksinya bukan lagi teguran seperti dulu. Karena sudah ada ketentuan undang-undangnya, maka bisa langsung dicopot," kata Yuddy setelah menghadiri acara sosialisasi kepada aparatur sipil negara di kantor Wakil Presiden, Jakarta, Jumat 23 Oktober 2015.
Sanksi tersebut, kata Yuddy, sudah diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010 tentang disiplin pegawai negeri sipil. Selain itu, secara prinsip, sudah diatur dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2015 serta Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah. Dalam beleid tersebut secara jelas disebutkan bahwa aparatur sipil negara tidak boleh berpolitik.
"Misalnya, sampai ada kepala dinas yang menyalahgunakan wewenang, mengintervensi, dia juga menggunakan aset pemerintah, langsung bisa dicopot. Kalau yang mau promosi, bisa ditunda," ujar Yuddy. Bahkan, jika perbuatannya sudah dianggap terlalu fatal, mereka bisa diberhentikan secara tak hormat.
Selain tercantum dalam peraturan pemerintah dan undang-undang, instruksi agar aparatur sipil netral bersikap netral juga didasarkan pada nota kesepahaman antara Menteri Dalam Negeri, Menteri Pemberdayaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi, serta Badan Pengawas Pemilu. Bahkan tiga pihak itu pun akhirnya sepakat membuat sebuah satuan tugas pengawas.
Mengenai kemungkinan pelaksanaan kesepakatan itu terbentur otonomi daerah, Yuddy mengaku tak khawatir. Sebab, nantinya pemerintah pusat dan daerah akan melakukan sinergi.
Hari ini pemerintah menyerahkan surat keputusan bersama kepada satuan tugas pengawas aparatur sipil negara. Surat yang ditandatangani Menteri Dalam Negeri dan Menteri Pemberdayaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi itu memuat mengenai instruksi netralitas bagi para aparatur dalam menghadapi pemilu kepala daerah.
FAIZ NASHRILLAH