TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah, Syamsul Anwar, meminta Presiden Joko Widodo mengkaji ulang hukuman kebiri yang akan diterapkan untuk pelaku kejahatan seksual. “Tidak bisa terburu-buru, harus tahu juga bagaimana dampaknya," kata Syamsul saat dihubungi, Kamis 22 Oktober 2015.
Menurut Syamsul, pemerintah harus memastikan apakah hukuman kebiri tersebut bisa merusak fisik manusia secara permanen atau tidak. “Kalau iya itu tidak boleh!” katanya. Syamsul mengatakan bahwa semua itu harus dikembalikan pada asas hukum yang benar.
Syamsul mengaku tidak sepakat jika hukuman kebiri akan merusak fisik manusia. "Kalo kebiri itu kan diimpotenkan, kebutuhannya terganggu," ucapnya.
Menurut Syamsul, hukuman kebiri boleh diterapkan jika bersifat sementara dan organ tubuh dikebiri tersebut bisa dikembalikan seperti semula, "Seperti vasektomi, dulu enggak boleh, sekarang boleh karena bisa dikembalikan (seperti semula)," ucapnya.
Wacana pemberian hukuman kebiri terhadap pelaku kejahatan seksual menguat seiring desakan masyarakat terhadap hal itu. Presiden Joko Widodo didesak oleh berbagai pihak untuk segera mengeluarkan peraturan khusus yang mengatur soal pemberian hukuman kebiri kepada para pelaku kejahatan seksual.
DIKO OKTARA