TEMPO.CO, Surabaya- Gubernur Jawa Timur Soekarwo mengatakan terhentinya kegiatan penambangan pasir setelah tewasnya Salim Kancil di Desa Selok Awar-awar, Kabupaten Lumajang, pada akhir September 2015 lalu, berdampak pada langkanya ketersediaan pasir dan batu (sirtu).
Kelangkaan material bahan bangunan itu, kata dia, membuat beberapa pengerjaan proyek infrastruktur terganggu. "Yang paling terganggu itu proyek pembangunan jalan tol," kata Soekarwo di Gedung Negara Grahadi, Surabaya, Kamis, 22 Oktober 2015.
Menurut Soekarwo, banyak penambang yang sebetulnya mengantongi izin ikut berhenti beroperasi karena takut bakal didemo masyarakat. Padahal pasir dan batu merupakan bahan utama untuk membangun jalan tol.
"Ketakutan penambang yang resmi itu harus didorong oleh pemerintah kabupaten setempat untuk dapat menambang kembali," kata Pakde Karwo, sapaan akrab Soekarwo.
Namun terhadap penambang yang tidak punya izin, Soekarwo meminta kegiatannya dihentikan. Untuk bisa menambang, mereka harus taat aturan dengan mengurus perizinan sesuai dengan prosedur. Bila izin sudah didapat, barulah mereka diizinkan menambang. "Ini konsolidasi terus," ucap Soekarwo.
Pemerintah daerah, kata dia, tidak dapat menyediakan stok sirtu. Pemerintah hanya dapat memberikan penjelasan terhadap aturan perundang-undangan kepada para penambang maupun masyarakat. "Ini harus diluruskan agar stigma bahwa kegiatan penambangannya akan didemo masyarakat bisa hilang," katanya.
Kelangkaan sirtu juga berimbas hingga Kabupaten Sidoarjo. Dalam beberapa pekan belakangan, penjual material bahan bangunan kesulitan memperoleh pasir karena banyak penambang tiarap. Akibat minim stok, harga pasir pun melonjak.
Arif Ferdiansyah, 38 tahun, salah satu penjual pasir di Jalan Lingkar Timur Sidoarjo, mengatakan selain didatangkan dari Pasuruan dan Mojokerto, stok pasir yang dia jual berasal dari Lumajang. "Sekarang pasokannya seret," ujarnya.
EDWIN FAJERIAL