TEMPO.CO, Kediri - Peringatan Hari Santri Nasional diwarnai dengan kebangkitan kisah-kisah heroik kyai dan para santri dalam menumpas penjajah di Kota Surabaya pada 10 November 1945 silam. Kisah itu diantaranya yang dituturkan Gus Reza Ahmad Zahid, pengasuh Pondok Pesantren Lirboyo Kediri sekaligus putra almarhum KH Imam Yahya Mahrus, usai upacara memperingati Hari Santri Nasional di Lirboyo, Kamis, 22 Oktober 2015.
Menurut Gus Reza, ada tiga tokoh sentral perjuangan 10 November yang dikenal dengan Hari Pahlawan di Surabaya. Mereka adalah Kyai Abbas Djamil Buntet dari Cirebon, Kyai Abdullah Faqih dari Ponpes Langitan Tuban, dan Kyai Mahrus Aly dari Lirboyo Kediri. Ketiganya disebutnya menjadi penggerak perjuangan santri mengusir penjajah yang menguasai langit, bumi, dan laut.
"Rapat kecil yang dipimpin Kyai Hasyim Asy’ari di Pondok Pesantren Tebuireng Jombang menunjuk Kyai Abbas Djamil sebagai Panglima Angkatan Laut, Kyai Abdullah Faqih sebagai Panglima Angkatan Udara, dan Kyai Mahrus Aly sebagai Panglima Angkatan Darat," kata Gus Reza.
Ketiganya menyepakati dilakukannya jihad oleh para santri untuk mengusir penjajah dari tanah air dalam pertemuan yang berlangsung pada 22 Oktober 1945 itu. Gus Reza juga mengungkap sejatinya penyerbuan ke Kota Surabaya dilakukan 9 November tapi ditunda satu hari karena terlambatnya kedatangan pasukan Kyai Abbas dari Cirebon.
Kisah-kisah kepahlawanan para kyai ini, menurut Gus Reza, terus hidup dan dipercaya para santri hingga sekarang. Diantara kisah heroik itu adalah tentang duplikasi jumlah pasukan yang menjelma dari bekal butiran kacang hijau yang dibawa para santri dari Cirebon.
Atau seorang santri remaja yang setelah diisi amalan doa oleh sang kyai mampu menjadi tak terlihat sehingga bisa menyusup ke markas penjajah. "Kisah-kisah itu pula yang selalu disampaikan para pengasuh pondok untuk memberi kebanggaan santri."
HARI TRI WASONO