TEMPO.CO, Jakarta - Mantan Kepala Bareskrim Komisaris Jenderal Budi Waseso, yang sekarang menjabat Kepala Badan Narkotika Nasional, membantah tudingan bahwa penyidikan kasus PT Pelindo II tanpa seizin Kepala Polri Jenderal Badrodin Haiti dan Presiden Joko Widodo. Menurut Budi Waseso, selama ia menjabat Kabareskrim, kinerjanya selalu dievaluasi Kapolri.
"Kami selalu memberikan laporan progress (penyidikan) kepada Kapolri dan Kapolri menjelaskan tentang penyidikan kami kepada Presiden. Memang itu selalu kami lakukan dan kami tidak jalan sendiri-sendiri," katanya dalam rapat Pansus Pelindo II, yang digelar di Kompleks Parlemen, Senayan, Selasa malam, 20 Oktober 2015.
Menurut Budi Waseso, justru pada awalnya tindakan mendalami kasus yang terjadi di Pelindo II tersebut berasal dari mandat Presiden Jokowi untuk menyelidiki pengoperasian dwelling time atau bongkar-muat di perusahaan pelabuhan tersebut. "Kenapa pilihan kami (mengusut) Pelindo II, karena memang ini menjadi atensi Presiden karena beliau menanyakan soal dwelling time, sehingga kami mengungkap terus, dan itu tanggung jawab kami pada masa itu (sewaktu menjabat Kabareskrim)," ucapnya.
Proses dwelling time atau bongkar-muat barang di Pelabuhan Tanjung Priok merupakan otoritas PT Pelindo II. Menurut Budi Waseso, selama ini kapal-kapal yang masuk ke pelabuhan harus antre beberapa hari. Bahkan barang yang seharusnya langsung diangkut setelah tiba di pelabuhan disengaja supaya harus menginap. Hal ini menyebabkan kegiatan dwelling time menjadi lamban.
Dalam penyelidikan, polisi menemukan adanya 10 mobile crane yang mangkrak di Tanjung Priok dan tidak bisa digunakan untuk bongkar-muat karena kondisinya yang rusak. Polisi menaksir nilai kerugian mencapai Rp 45 miliar.
Awal September lalu, Budi Waseso menggeledah kantor Pelindo II, termasuk ruangan Direktur Utama Pelindo II RJ Lino, dan mengambil sejumlah dokumen untuk mencari bukti-bukti penyalahgunaan pengadaan proyek mobile crane tersebut. Dari penggeledahan, penyidik mengangkut 26 bundel dokumen.
DESTRIANITA K