TEMPO.CO, Jakarta - Staf Divisi Hak Sipil dan Politik Komisi Orang Hilang dan Tindak Kekerasan (Kontras), Satrio Wirataru mengatakan bahwa Rancangan Kitab Undang-undang Hukum Pidana (RKUHP) yang disusun pemerintah hanya bersifat modifikasi dari aturan yang masih berada di luar KUHP.
"RKUHP ini sifatnya bukan kodifikasi dan hanya modifikasi mengumpulkan aturan pidana di luar KUHP digabung dalam satu buku. Mahasiswa juga bisa seperti itu," kata Satrio saat ditemui di kantor Kontras, Jakarta 21 Oktober 2015.
Setelah mengkaji Rancangan KUHP, Satrio mengaku menemukan pasal karet yang bertambah, yang bisa mengekang kebebasan berpendapat. "Kalau mengkritik pemerintah dan dianggap polisi berpotensi keonaran, itu bisa dipidana sanksi 3 tahun," katanya.
Lebih dari itu, Satrio mengaku tidak menemukan banyak pasal yang melindungi hak warga dalam rancangan KUHP. "Yang ada hanya pemerintah mengurusi pasal-pasal yang menguntungkan mereka sendiri yaitu menindak mereka yang mengkritik dengan dalih keonaran," kata dia.
Menurut Satrio, lazimnya rancangan undang-undang dibuat untuk menutupi kelemahan yang ada dalam KUHP sebelumnya. Kalau tidak ada yang terakomodasi sebelumnya, kata dia, seharusnya diakomodiasi. "Ternyata yang terjadi tidak seperti itu, dan pasal karet malah ditambah," kata dia.
Satrio dan Kontras berharap pembahasan RKUHP tidak hanya dilakukan untuk mengejar produk legislasi dan dapat dilakukan secara hati-hati.
Rancangan Undang-undang KUHP, sudah lama disepakati menjadi agenda program legislasi nasional. Rancangan undang-undang tersebut telah dibuat pemerintah dan telah masuk dalam pembahasan DPR dan direncanakan selesai segera.
ARKHELAUS WISNU