TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Asrorun Ni'am Sholeh mengusulkan kepada Presiden Joko Widodo agar menerbitkan peraturan pemerintah pengganti undang-undang bagi pelaku kejahatan anak, khususnya kekerasan seksual.
"Hukum formal yang ada belum memberi efek jera. Itu salah satu faktor kekerasan masih terus berulang," katanya di kompleks Istana Presiden, Selasa, 20 Oktober 2015.
Dia mengusulkan perpu tersebut berisi hukuman tambahan yang bisa memberikan efek jera kepada pelaku melalui kebiri. Penerbitan perpu diperlukan karena akan makan memerlukan waktu lama jika menggunakan revisi undang-undang.
Dia menuturkan pihaknya sudah menyampaikan hal tersebut kepada Presiden. "Kami diminta telaahan secepatnya. Arahan Presiden ini harus ada langkah yang bersifat goncangan sehingga ada shock therapy," ucapnya.
Berdasarkan hasil pengaduan dan telaahan KPAI, Sholeh menyebutkan ada empat faktor yang menjadi pemicu terjadinya tindak kekerasan terhadap anak. Pertama, rentannya ketahanan keluarga yang ditandai naiknya angka perceraian serta disharmoni yang berujung pada penelantaran dan kekerasan. Kedua, mudahnya akses terhadap materi pornografi, baik secara online maupun offline. Bahkan pada media permainan anak di pusat-pusat perbelanjaan.
Ketiga, maraknya tayangan kekerasan di media TV, film, dan game yang menyebabkan anak mengimitasi tindak kekerasan. Terakhir, mekanisme hukum yang tidak menjerakan sehingga pelaku cenderung mengulangi perbuatannya. Jaksa Agung sebelumnya juga sempat mengusulkan pemberatan hukuman dengan pelaksanaan kebiri. Usulan ini direspons Presiden dan didukung Menteri Sosial.
ALI HIDAYAT