TEMPO.CO, Mojokerto – Tepat satu tahun masa pemerintahan Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla, buruh di Kabupaten Mojokerto berunjuk rasa menolak Rancangan Peraturan Pemerintah tentang Pengupahan. Buruh menganggap poin-poin dalam rancangan peraturan pemerintah tersebut lebih kejam dibanding era Orde Baru.
“Di masa Orde Baru, Soeharto masih melibatkan buruh melalui perundingan tripartit antara buruh, pengusaha, dan pemerintah dalam menentukan upah minimum,” kata Ketua Konsulat Cabang Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia Mojokerto Ardian Safendra, Selasa, 20 Oktober 2015.
Menurut dia, jika Peraturan Pemerintah tentang Pengupahan ditetapkan, tidak ada lagi perundingan antara serikat buruh, pengusaha, dan pemerintah, yang selama ini dilakukan melalui forum Dewan Pengupahan di tiap kabupaten/kota. “Komponen kebutuhan hidup layak sebagai salah satu faktor untuk menentukan besaran upah juga tidak akan dipakai lagi,” katanya.
Berdasarkan Rancangan Peraturan Pemerintah tentang Pengupahan, upah buruh akan dihitung berdasarkan upah minimum provinsi tahun sebelumnya, ditambah persentase inflasi dan pertumbuhan ekonomi nasional. “Jika diterapkan, kenaikan upah buruh hanya sekitar 10 persen dan ini sangat kecil,” ujarnya.
Topik Pilihan: Setahun Jokowi-JK
Ardian menengarai ada agenda tersembunyi dari pengusaha di balik rancangan peraturan pemerintah tersebut. Kepentingan pengusaha, kata dia, agar bisa menggaji buruh dengan murah.
Aktivis buruh lainnya, Ipang Sugiasmoro, menilai Rancangan Peraturan Pemerintah tentang Pengupahan, yang masuk Paket Kebijakan Ekonomi Jilid IV pemerintah Jokowi-JK, bertentangan dengan Undang-Undang Dasar 1945 dan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.
“Setiap buruh berhak atas penghasilan dan penghidupan yang layak. Instrumen untuk mewujudkannya adalah melalui perhitungan kebutuhan hidup layak,” ucapnya.
Namun, dengan penghitungan baru yang diatur dalam rancangan peraturan pemerintah tersebut, tidak ada lagi perhitungan kebutuhan hidup layak sebagai salah satu faktor penentuan upah mininimun kota/kabupaten. “Ini jelas melanggar konstitusi,” katanya.
ISHOMUDDIN