TEMPO.CO, Jakarta - Ribuan umat Kristiani di Kabupaten Aceh Singkil, Aceh meninggalkan rumah mereka untuk mengungsi ke tempat yang lebih aman pasca terjadi dua penyerangan oleh massa. Peristiwa itu adalah embakaran Gereja HKI Di Desa Suka Makmur, Kecamatan Gunung Meriah dan perusakan Gereja GKPPD Desa Dangguran, Kecamatan Simpang Kanan, yang berakhir dengan pengrusakan Gereja GKPPD Desa Dangguran, Kecamatan Simpang Kanan, Selasa, 13 Oktober 2015.
(Baca : Ketakutan, 2.500 Warga Aceh Singkil Mengungsi )
Pendeta Gereja Protestan Pakpak Dairi di Kabupaten Aceh Singkil, Ende Berutu, mengatakan dia dan keluarga langsung berangkat dari tempat tinggalnya di Kecamatan Simpang Kanan menuju Desa Saragih, Kecamatan Manduamas, Kabupaten Tapanuli Tengah, Sumatera Utara kemarin pada pukul 14.00 WIB 2015. Situasi saat itu memanas dan umat Kristen khawatir penyerangan massa akan semakin meluas. Kekhawatiran serupa dirasakan warga lainnya.
Ende mengatakan para pengungsi menempati dua tempat, ada yang menuju Desa Saragih, Kecamatan Manduamas yang memakan waktu 1 jam perjalanan dari Singkil, ibu kota Aceh Singkil, dan ada juga yang mengungsi ke Desa Sibagindar, Kecamatan Pagindar Kabupaten, Pakpak Bharat yang berbatasan dengan Kota Sublussalam, Provinsi Aceh.
“Ada dua tempat, di Desa Saragih hampir sekitar 600 orang dan di Pagindar sekitar 200 orang,” kata Ende kepada Tempo, Rabu malam, 14 Oktober 2015. (Baca: Ini Harapan Pendeta yang Gerejanya Dibakar di Aceh Singkil)
Menurut Ende, para pengungsi yang berada di Tapanuli menempati gereja, gedung, aula, dan ada juga yang menempati rumah-rumah penduduk. Begitu juga yang mengungsi ke Desa Pagindar.
IMRAN MA