TEMPO.CO, Jakarta - Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi melarang keras kampus swasta melakukan program kuliah jarak jauh. Alasannya, program itu membutuhkan sumber daya dosen yang banyak, sementara kampus swasta rata-rata memiliki jumlah dosen yang terbatas. Jadi tidak mungkin dengan jumlah dosen yang terbatas bisa menangani mahasiswa yang ada di daerah lain.
“Mulai sekarang semua harus tersentralisasi,” kata Menteri Riset Mohammad Nasir, Selasa, 13 Oktober 2015.
Kepala Koordinator Perguruan Tinggi Swasta (Kopertis) Wilayah IX Niartiningsih berujar, di Sulawesi Selatan, ada 30 perguruan tinggi yang mendapatkan status nonaktif. Sebanyak 28 kampus di bawah naungan Kopertis dan dua kampus lain di bawah naungan Kementerian Agama.
“Kampus yang bermasalah ini sudah melakukan upaya perbaikan, dan kami terus dorong agar bisa rampung sebelum akhir tahun,” ucap Niartiningsih. Dari jumlah itu, ada tiga perguruan tinggi yang akan diusulkan ke Kementerian untuk dicabut izin operasinya, karena sudah lama tidak ada aktivitas perkuliahan.
Mohammad Nasir menuturkan perguruan tinggi swasta yang dinonaktifkan tetap diberikan kesempatan melakukan proses belajar-mengajar sampai akhir tahun. Mereka sekaligus diberi kesempatan memperbaiki permasalahannya. “Penerimaan mahasiswa baru yang harus dihentikan,” ujarnya.
Menurut Nasir, ada tiga masalah yang menyebabkan banyak kampus diberikan status nonaktif. Pertama, jumlah mahasiswa dan dosen yang tidak seimbang. Kedua, terjadi konflik di yayasan yang melahirkan dua ketua yayasan dan dua rektor. Ketiga, proses pembelajarannya tidak sesuai.
Bagi mahasiswa dan alumnus perguruan tinggi yang sudah dinonaktifkan, Kementerian masih memberikan ruang dan kesempatan untuk melakukan klarifikasi, agar ijazah yang mereka dapatkan bisa digunakan untuk melamar di instansi pemerintah dan swasta. Tapi syaratnya, setiap akan melakukan wisuda atau melamar pekerjaan, harus melapor ke koordinator perguruan tinggi supaya bisa diperiksa, apakah mahasiswa tersebut dan sarjananya betul telah mengikuti proses perkuliahan dengan baik. “Jika tidak melapor, ijazahnya tidak bisa digunakan,” tutur Nasir.
Langkah yang ditempuh Kementerian Riset itu, menurut Nasir, bukan untuk mematikan perguruan tinggi, tapi untuk melindungi masyarakat agar tidak tertipu. Tindakan ini juga mencegah instansi pemerintah dan swasta dari perbuatan merugikan orang yang tidak bertanggung jawab.
MUHAMMAD YUNUS