TEMPO.CO, Jakarta - Sekertaris Jenderal Badan Pemeriksa Keuangan Hendar Ristiawan menegaskan, dalam melakukan pemeriksaan keuangan kementerian atau lembaga, BPK menjamin tidak terpengaruh kepentingan apa pun. "Kami punya standar dalam melakukan pemeriksaan keuangan pada lembaga mana pun,” katanya kepada wartawan di Bogor, Senin, 12 Oktober 2015.
Hal tersebut, kata Hendar, dilakukan untuk menghindari konflik kepentingan dalam melakukan pemeriksaan keuangan. Selain itu, ia memastikan bahwa setiap anggota BPK melakukan pemeriksaan dengan sistem mengikat sehingga tidak bisa ke luar jalur. “Setiap auditor BPK wajib hukumnya patuh pada standar yang telah ditentukan undang-undang dalam menjalankan tugasnya. Kalau ada penyimpangan pun, BPK punya yang namanya majelis kode etik," tuturnya.
Meskipun pemilihan ketua serta anggota BPK melalui proses politik di DPR, hal itu tidak serta-merta mempengaruhi lembaga pemeriksa keuangan ini. Sebab, ketika seseorang menjadi anggota BPK, dia wajib melepaskan jabatan politiknya dan dipastikan tidak akan terlibat pada konflik kepentingan apa pun.
Pasca-Reformasi, BPK tak lagi menjadi lembaga yang kedudukannya di bawah kendali pemerintah. Dengan demikian, pemerintah tidak bisa melarang BPK melakukan pemeriksaan agar citra pemerintah terangkat atau mencegah terungkapnya beragam bentuk korupsi yang dilakukan para pejabat negara.
Sebelumnya, Gubernur Basuki Tjahaja Purnama menyebutkan audit BPK memiliki standar ganda. Dalam laporan BPK, pemerintah DKI mendapat predikat wajar dengan pengecualian. Salah satu alasannya adalah sensus aset tetap dan aset lainnya yang kurang maksimal serta pencatatan realisasi belanja operasional yang tidak didukung bukti pertanggungjawaban yang lengkap. Dari hasil pemeriksaan pada 2014, BPK masih menemukan permasalahan tersebut belum ditindaklanjuti secara tuntas oleh Pemerintah Provinsi DKI.
INGE KLARA SAFITRI