TEMPO.CO, Surakarta - Seribuan pesepeda lipat dari berbagai daerah akan gowes bersama dalam Jambore Sepeda Lipat V di Kota Surakarta pada pertengahan Oktober besok. Mereka akan diajak menikmati berbagai fasilitas untuk pesepeda yang tersedia di kota tersebut.
Ketua Panitia Jambore Sepeda Lipat Nasional V Heru Joko Satria mengatakan peserta jambore bakal berdatangan dari Medan, Palembang, Jakarta, Surabaya dan berbagai kota lain. "Semua peserta akan membawa sepeda lipat," katanya, Senin 12 Oktober 2015.
Heru mengatakan bahwa acara tersebut akan dihadiri sekitar 700 peserta. "Mereka rata-rata mengajak anak dan istrinya untuk ikut serta," katanya. Dia memastikan tidak kurang dari seribu penggowes akan meramaikan acara jambore yang akan dipusatkan di Taman Balekambang itu.
Dalam acara tersebut, para peserta jambore akan diajak berkeliling menikmati bangunan cagar budaya di kota tersebut. "Mereka juga diajak menikmati fasilitas infrastruktur untuk pesepeda yang tersedia di Surakarta," katanya.
Selama ini Surakarta dikenal sebagai kota yang ramah terhadap kendaraan tidak bermotor. Kota tersebut memiliki jalur lambat untuk kendaraan tak bermotor yang panjangnya sekitar 30 kilometer. "Banyak yang menyebut bahwa jalur lambat di Surakarta ini terpanjang di Indonesia," katanya.
Para peserta jambore juga akan diajak berkeliling hingga ke Waduk Cengklik yang ada di Boyolali. "Rute gowes sejauh 42 kilometer," kata Heru. Menurutnya, penyelenggara juga ingin memperomosikan pariwisata yang ada di Solo dan sekitarnya.
Ketua Komunitas Sepeda Lipat Solo, Ade Setiono mengatakan mereka juga sengaja menggungah pemerintah untuk semakin memberikan fasilitas yang memadai bagi pesepeda. "Fasilitasnya memang sudah ada, tetapi perhatiannya masih kurang," katanya.
Dia mengakui bahwa Kota Solo memiliki jalur lambat untuk pesepeda yang cukup panjang. "Namun pesepeda belum merasa aman dan nyaman," katanya. Banyak lajur lambat yang seharusnya digunakan untuk kendaraan tidak bermotor justru digunakan untuk parkir maupun pedagang.
"Belum lagi banyak motor dan mobil yang menyerobot lewat di jalur lambat," katanya. Aparat yang berwenang juga terkesan membiarkan kondisi tersebut. "Ini yang membuat gerakan bike to work di Solo sulit untuk berkembang," katanya.
Padahal, lanjutnya, kondisi geografis Kota Solo yang datar sangat potensial untuk berkembangnya gerakan bersepeda di Kota Solo. "Apalagi banyak pepohonan yang membuat Solo terasa teduh," katanya. Dia berharap penyelenggaraan jambore itu bisa menggugah pemerintah untuk semakin memberikan fasilitas untuk para pesepeda.
AHMAD RAFIQ