TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Luhut Pandjaitan mengaku sudah menerima empat poin utama revisi Undang-Undang Komisi Pemberantasan Korupsi yang diajukan Dewan Perwakilan Rakyat. Salah satu poin yang diajukan adalah mengenai badan pengawas KPK.
"Bagaimana pun, KPK harus punya pengawas," ucap Luhut di kompleks Istana Kepresidenan, Senin, 12 Oktober 2015.
Meski Presiden Joko Widodo belum secara resmi menyetujui revisi UU KPK yang diajukan DPR, Luhut mengatakan badan pengawas KPK nantinya bisa ditunjuk pemerintah. "Nanti pemerintah mungkin menunjuk tokoh-tokoh yang dianggap senior, tak lagi punya kepentingan," ujarnya.
Menurut Luhut, bisa saja pengawas KPK nantinya adalah mantan Ketua Mahkamah Agung. Mengenai proses pemilihan, tutur dia, nantinya akan ada mekanisme tertentu yang dibentuk pemerintah.
"Kita lihat track record. Presiden yang menentukan," katanya. Ia menegaskan, Presiden Jokowi belum menentukan sikap resmi mengenai usul revisi UU KPK. Presiden baru akan mengambil keputusan setelah DPR secara resmi menyerahkan draf revisi Undang-Undang KPK. "Presiden menegaskan, yang penting tidak ada pelemahan KPK," ucapnya.
Dalam pertemuannya dengan pimpinan DPR hari ini, ujar Luhut, ada empat poin usulan revisi yang disampaikan. Pertama, mengenai penerbitan surat perintah penghentian penyidikan (SP3). Usulan kedua mengenai adanya pengawas bagi KPK. Menurut dia, dalam usul tersebut, DPR menilai harus ada pengawas bagi semua lembaga, termasuk KPK.
Ketiga, tutur Luhut, terkait dengan penyadapan. Menurut Luhut, dalam usul tersebut, penyadapan dilakukan setelah ada alat bukti yang menyatakan orang tersebut terlibat korupsi. Usul terakhir adalah adanya penyidik independen. Menurut dia, pemerintah belum mendalami soal usul penyidik independen tersebut. "Bisa juga dibenarkan. Kita mau melihat usul resminya dulu," katanya.
ANANDA TERESIA