TEMPO.CO, Semarang – Komisi Pemilihan Umum Provinsi Jawa Tengah meminta lembaga survei yang akan melakukan jajak pendapat dalam pemilihan kepala daerah mendaftarkan diri ke KPU masing-masing kabupaten atau kota. Anggota Komisi Pemilihan Umum Jawa Tengah, Wahyu Setiawan, menyatakan lembaga survei tidak boleh sembarangan melakukan jajak pendapat dalam pilkada. “Harus memenuhi persyaratan administrasi yang didaftarkan ke KPU kabupaten atau kota,” kata Wahyu, Ahad, 11 Oktober 2015.
KPU Jawa Tengah memberikan batas akhir lembaga survei melakukan pendaftaran ke KPU kabupaten atau kota pada 30 hari sebelum hari pemungutan suara. Pemungutan suara dalam pilkada serentak diadakan pada 9 Desember 2015. Wahyu berujar, lembaga survei yang akan melakukan pendaftaran, antara lain, harus menyerahkan akta pendirian, susunan pengurus, dan surat keterangan domisili. Selain itu, lembaga survei harus membuat beberapa surat pernyataan, seperti tidak berpihak, tidak mengganggu proses, bertujuan meningkatkan partisipasi masyarakat, tidak mengubah data lapangan, dan surat menggunakan metode ilmiah. Lembaga survei juga wajib melaporkan metodologi pencuplikan data, sumber data, sumber dana, jumlah responden, serta tempat dan waktu survei.
Saat mengumumkan hasil survei, lembaga survei juga diwajibkan memberitahukan sumber dana, metodologi, jumlah responden, waktu pelaksanaan, dan cakupan pelaksanaan survei. “Ada juga pernyataan bahwa hasil tersebut bukan merupakan hasil resmi penyelenggara pemilihan,” ucap Wahyu.
Direktur Lembaga Pengkajian Survei Indonesia (LPSI) Semarang Yulianto tak mempermasalahkan syarat-syarat yang diberikan KPU Jawa Tengah kepada lembaga survei. “Bagi kami, tidak apa-apa,” tutur pengajar di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Diponegoro, Semarang, tersebut. Yulianto menyatakan syarat-syarat yang diberikan KPU itu sangat baik, karena akan mendorong lembaga survei bersikap profesional, independen dan netral. Yulianto mengakui, memang ada lembaga survei yang tidak netral. Lembaga survei seperti itu biasanya menjadi tim sukses calon kepala daerah tertentu. “Lembaga survei idealnya tidak boleh jadi tim pemenangan calon,” ujar Yulianto.
ROFIUDDIN