TEMPO.CO, Jakarta - Anggota Komisi Hukum Dewan Perwakilan Rakyat Masinton Pasaribu mengungkapkan revisi Undang-Undang Komisi Pemberantasan Korupsi dilakukan untuk membagi tugas antar penegakan hukum.
"Ini bukan untuk melemahkan pemberantasan korupsi. Kami juga akan memperkuat instrumen lainnya, termasuk revisi UU Kepolisian dan UU Kejaksaan," kata Masinton, saat ditemui di Komplek Parlemen Senayan, Jakarta, Rabu, 7 Oktober 2015.(Lihat video Membidik Bambang Widjojanto)
Dalam RUU KPK terdapat 18 pasal yang mengalami perubahan. Salah satu yang paling banyak disorot adalah Pasal 5 dan Pasal 73 yang mengatakan bahwa KPK hanya berdiri untuk 12 tahun ke depan. Artinya, setelah masa itu KPK tak akan ada lagi alias bubar.
Selain itu, dalam Pasal 13 juga disebutkan bahwa KPK hanya dapat memeriksa kasus dengan kerugian di atas Rp 50 miliar. Untuk korupsi yang nilainya di bawah Rp 50 miliar dilimpahkan ke Polri. Hal ini berbeda dengan aturan sebelumnya yang menyatakan batas pemeriksaan adalah Rp 1 miliar.
Masinton yang juga turut menyusun rancangan yang baru menilai pembatasan nilai batas kerugian negara merupakan hal yang wajar. Menurut dia, hal ini perlu untuk membenahi tata negara. "Ini kan pembagian tata negara. Kami hanya mengefektifkan fungsi dari masing-masing perangkat negara," ujar Masinton.
Pembahasan revisi ditunda hingga Senin pekan depan sebab dibutuhkan pandangan dan pendalaman dari fraksi lainnya di DPR. Saat ini fraksi yang mendorong perubahan adalah PDIP, Golkar, PKB, PPP, Nasdem, dan Hanura. Pembahasan akan dilanjutkan pekan depan setelah pertimbangan setiap fraksi dilakukan.
MAWARDAH NUR HANIFIYANI