TEMPO.CO, Yogyakarta - Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Adnan Pandu Praja menolak Undang-Undang KPK direvisi. Menurut Adnan, selain KPK bakal musnah dalam 12 tahun, komisi antikorupsi bakal tumpul selama 12 tahun sebelum dibubarkan.
Salah satu yang bakal melemahkan KPK adalah mekanisme penyadapan yang mesti seizin pengadilan. Jika itu diterapkan, pelaku suap berpotensi menghilangkan barang bukti. “Kami tak mungkin bisa operasi tangkap tangan. Karena pelaku dan alat buktinya tak akan terdeteksi lagi,” kata Adnan di Yogyakarta, 7 Oktober 2015.
Direktur Advokasi Pusat Kajian Anti-Korupsi Univeritas Gadjah Mada, Oce Madril mempertanyakan rumusan draft revisi UU KPK. Menurut dia, naskah yang dirumuskan belum memiliki kajian akademik yang memadai. “Sangat lemah dari sisi pertanggungjawaban akademik,” ujarnya.
Rancangan revisi UU KPK mengusulkan beberapa perubahan dan penambahan pasal. Draf yang digodok DPR berencana mengakhiri usia KPK di tahun ke 12 pascapengesahan UU. KPK juga dilarang menangani kasus dengan nilai kerugian dibawah Rp 50 miliar, mengurus izin pengeledahan dan penyadapan dari pengadilan, dan menerapkan mekanisme tutup perkara.
Menurut Oce, pembatasan usia KPK tak mungkin diterapkan karena polisi maupun kejaksaan belum tentu bisa menggantikan fungsi KPK di tahun ke 12. Mestinya, kelembagaan KPK berakhir jika dua lembaga itu mampu memainkan peran yang lebih baik. “Polisi dan Kejaksaan harus kuat. Nanti kalau KPK mau ditutup, tingal cabut saja UU KPK,” ujarnya.
Oce juga mempertanyakan urgensi batasan nilai kerugian sebesar Rp 50 miliar yang dinilai terlalu tinggi. Menurut dia, batasan itu akan mempersempit ruang gerak KPK untuk menyelesaikan perkara karena mayoritas kasus KPK memiliki nilai kerugian di bawah Rp 50 miliar. “Pembatasan KPK itu cukup pada penanganan kasus penyelenggara negara,” kata dia.
RIKY FERDIANTO