TEMPO.CO, Jakarta - Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU), Juri Ardiantoro, menyebutkan beberapa pokok yang menjadi potensi konflik dalam pemilihan kepala daerah pada serentak Desember mendatang. "Dalam pelaksanaannya, Undang-Undang Pilkada sering tidak berjalan dengan baik," kata Juri saat dijumpai di Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian, Selasa, 6 Oktober 2015.
Hal itu yang selanjutnya berpotensi menimbulkan konflik dalam pelaksanaan pilkada serentak nanti. Apalagi nanti ada 269 daerah akan melaksanakan pilkada dalam waktu bersamaan.
Potensi konflik diprediksi akan muncul sejak penyiapan daftar pemilih. Menurut KPU, tahap ini sangat rentan konflik karena masih banyak warga yang tidak memiliki identitas atau belum terdaftar sebagai pemilih. Kasus ini sering kali muncul, terutama di daerah-daerah perbatasan. "Di daerah perbatasan, para calon akan saling mengklaim warga perbatasan sebagai warganya untuk memperoleh suara lebih banyak," ucap Juri.
Permasalahan kampanye juga berpotensi besar menimbulkan konflik. Pasalnya, meski kampanye sudah diatur, kadang ada sejumlah calon yang melanggar. Hal itu bakal memancing masalah hingga konflik antarpendukung. Konflik juga berpotensi terjadi dalam debat terbuka dan iklan kampanye.
Titik rawan konflik lain adalah mulai pemungutan, penghitungan, rekapitulasi suara, hingga penetapan hasil pilkada. Sebagai penanggung jawab utama dalam pilkada serentak itu, KPU akan berupaya mengatur hal-hal teknis dengan berkaca pada pelaksanaan pilkada lalu. Juri berharap pilkada tahun ini bisa berjalan lancar dan tertib. Pasalnya, pemerintah telah mengalokasikan anggaran sangat besar untuk pelaksanaannya.
LARISSA HUDA