TEMPO.CO, Bandung - Guru mengaji, Zainal Mutaqin, 43 tahun, diduga telah melakukan pencabulan terhadap muridnya, F, 14 tahun. Aksi bejatnya tersebut telah dilakukan sebanyak empat kali, terhitung sejak pertengahan tahun 2014. Dalam setiap aksinya, pelaku mengiming-imingi uang sebesar Rp 30 ribu hingga Rp 100 ribu agar korban tidak memberitahukan kepada siapapun atas kelakuan bejatnya.
Kepala Kepolisian Resor Kota Besar Bandung Komisaris Besar Polisi Angesta Romano Yoyol mengatakan, aksi bejat sang guru terungkap setelah tepergok oleh anak tirinya sedang berada di dalam kamar dengan korban pada 1 Oktober 2015. “Terungkap kasus ini karena dilihat oleh anak pelaku. Kemudian anak tiri pelaku melapor ke RT setempat,” ujar Angesta, Selasa, 6 Oktober 2015.
Angesta mengatakan, pencabulan tersebut kerap dilakukan setelah kegiatan mengaji selesai. Modusnya, pelaku menyuruh korban untuk memijat badan pelaku kemudian bergantian pelaku memijat korban. Kelakuannya tersebut dilakukan di dalam rumah pelaku di Jalan Pajajaran, Kelurahan Pajajaran, Kecamatan Cicendo, Kota Bandung. Rumah tersebut juga digunakan sebagai tempat pelaku mengajar mengaji kepada lima muridnya yang masih di bawah umur.
“Pada waktu memijat, pelaku meraba-raba bagian terlarang tubuh korban. Hingga kelamaan pelaku mencabuli korban,” ujar dia.
Selain itu, Angesta mengatakan, pelaku membujuk korban dengan cara mengelabui korban bahwa tindakan cabul tersebut dapat mengeluarkan hal negatif di dalam tubuh korban. Agar korban tidak memberitahukan aksi bejat guru ngajinya tersebut, korban kerap mendapat ancaman dan diming-imingi uang.“Sementara ini (berdasarkan keterangan pelaku) si korban kerap ditakut-takuti untuk dijadikan tumbal,” ujarnya.
Untuk mengembangkan kasus ini, tim penyidik Polrestabes Bandung tengah memeriksa sejumlah anak yang menjadi murid pelaku. Sementara ini, angesta mengatakan, ada 13 anak yang diduga menjadi korban si pelaku. “Ada tiga belas korban lagi yang akan kita periksa. Nanti akan kita ungkap kasus ini supaya tidak melebar ke mana-mana,” kata Angesta.
Sementara itu, menurut pengakuan pria yang sudah belasan tahun berprofesi sebagai guru ngaji tersebut, kelakuannya itu didasari atas suka sama suka. Ia menyangkal ada paksaan atau ancaman saat melecehkan korban. “Hanya meraba-raba pinggang dan mencium. Dari empat kali itu belum pernah sekalipun sampai menyetubuhi,” kata dia. “Mungkin pas hari itu, memang saya harus cilaka.”
Atas perbuatnnya, pelaku diancam pasal 76 D juncto pasal 81 dan pasal 82 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 35 tahun 2014 Tentang Perlindungan Anak.
IQBAL T. LAZUARDI S