TEMPO.CO , Lumajang:Bupati Lumajang, As'at Malik mengatakan Kabupaten Lumajang mempunyai Gunung Semeru yang setiap hari mengeluarkan letusan dan menghasilkan pasir. "Ketika musim hujan, pasir akan semakin banyak," kata As'at Malik di hadapan Komisi III DPR RI, Jumat, 2 Oktober 2015 di Panti PKK Kabupaten Lumajang.
Pasir yang semula berada di cerukan-cerukan di bukaan kawah Gunung Semeru, terbawa air hujan yang mengalir ke daerah-daerah aliran lahar Gunung Semeru. Keberadaan pasir di daerah aliran sungai (DAS) di kaki Gunung Semeru mengakibatkan sungai menjadi dangkal. Sehingga harus dikeruk. Pasirnya adalah jenis galian C untuk pembangunan.
"Kalau tidak, akan meluap dan membawa korban rumah dan sawah," katanya. Di sepanjang DAS lahar di kaki Gunung Semeru ini ada rumah penduduk serta sawah-sawah.
Ketika musim kemarau, material pasir tidak banyak. Ketika pasir sulit, maka muncul permintaan penambangan di luar DAS yang terus berkembang. Artinya, harus ada lahan baru untuk ditambang guna memenuhi permintaan pasir. Beberapa daerah selain di DAS, ada juga yang berada di kawasan Perhutani. As'at mengatakan, ada 58 ijin pertambangan bahan galian C.
"Sejak 2015, menjadi wewenang Propinsi Jawa Timur untuk melakukan pengawasan," katanya. Kendati wewenang pengawasannya berada di Provinsi, tidak berarti Pemerintah Daerah melepas tanggungajawab untuk pengawasannya.
Ketika terjadi pelanggaran, kata As'at, pihaknya selalu mengingatkan. Penertiban juga dilakukan terhadap penambangan pasir. Ada beberapa masukan dan catatan strategis dalam pengelolaan penambangan pasir.
"Kami mengajak Forum Komunikasi Pimpinan Daerah, bagaimana penambangan pasir dan tower," katanya.
Pemerintah juga mengajukan Rancangan Peraturan Daerah. "Sudah dibahas, dan mengajukan usulan ke Propinsi berikut harga pasir serta pajak," kata dia.
Terkait dengan langkah pemerintah ini, kemudian muncul beragam tanggapan. "Setuju dan tidak, ada pertambangan ilegal juga," katanya. Kemudian muncul pro kontra penambangan ilegal di Pantai Watu Pecak, Desa Selok Awar-awar, Kecamatan Pasirian. Kemudian, ada pernyataan untuk tidak menambang dari Kepala Desa Selok Awar-awar, Hariyono.
"Kemudian terjadi peristiwa, kelompok anti penambangan mengirim surat untuk mengadakan aksi," katanya. Dalam pemberitahuan itu, aksi akan dilakukan pada Pukul 10.00 WIB. "Tapi pada 06.30 WIB ada penyiksaan ke Pak Kancil dan Tosan," katanya.
Bupati mengatakan lokasi penambangan liar di Pantai Watu Pecak itu ternyata berada di daerah yang dulunya milik PT IMMS. "Yang sedang ditinggalkan oleh pemilik ijin. Kemudian, Haryono yang melakukan penambangan ilegal itu," kata As'at Malik. Berdasarkan informasi yang dihimpun Tempo, PT IMMS memiliki wilayah ijin usaha pertambangan (WIUP) seluas 8.350 hektare di pesisir Selatan Kabupaten Lumajang mulai dari Kecamatan Yosowilangun hingga Kecamatan Tempursari.
Ijin tersebut untuk bahan galian B. Sempat dilakukan penambangan pasir besi di beberapa titik di pesisir Selatan Lumajang oleh sejumlah perusahaan Joint Operation (JO) PT IMMS. Namun, keberadaan aturan yang mengharuskan adanya Smelter sebelum melakukan eksploitasi pasi besi, membuat operasi penambangan pasir dihentikan. Keberadaan aturan itu membuat PT IMMS kemudian menghentikan aktifitasnya.
Setelah ditinggalkan PT IMMS, muncul sejumlah penambangan ilegal di areal yang menjadi konsesi PT IMMS. Keberadaan penambangan ilegal ini kemudian dilaporkan PT IMMS ke Polsek Pasirian, Polres Lumajang hingga Direskrimsus Polda Jawa Timur. Bahkan PT IMMS mengirimkan laporan pembiaran ilegal mining ini ke Divisi Propam Mabes Polri.
Berdasarkan informasi yang dihimpun Tempo, penambangan ilegal di Pantai Watu Pecak, Desa Selok Awar-awar hanya salah satu saja yang ilegal. Ada sejumlah penambangan ilegal lain yang beroperasi di pesisir Selatan Kabupaten Lumajang.
DAVID PRIYASIDHARTA