TEMPO.CO, Balikpapan - Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) menilai tewasnya Salim Kancil merupakan kasus terstruktur yang tidak hanya melibatkan pelaku di lapangan.
"Ada aktornya, yang sebenarnya harus diungkap," kata komisioner Komnas HAM, Manager Nasution, Minggu, 4 Oktober 2015, di Balikpapan. Salim tewas dianiaya preman yang menjadi beking penambang pasir pada 26 September 2015.
Dia menyesalkan tewasnya Salim, aktivis penolak tambang pasir di Lumajang, Jawa Timur. Tewasnya Salim diibaratkan pertanda lonceng kematian pejuang kebenaran di negeri ini. “Ini seperti lonceng kematian pejuang kebenaran di negeri ini,” ucapnya.
Nasution khawatir kasus ini bisa menjadi preseden buruk perjuangan pembela HAM pada masa depan. Menurut dia, kasus ini semakin menegaskan sulitnya mendapatkan perlindungan bagi pegiat HAM di Indonesia.
Dia mewanti-wanti kasus yang menewaskan warga Desa Selok Awar-Awar, Kecamatan Pasirian, Kabupaten Lumajang, tersebut tidak digiring menjadi konflik sosial, karena sudah jelas tindakan kekerasan itu menyebabkan kematian.
Komnas HAM, ujar Nasution, rencananya akan ke lokasi terjadinya pembantaian Salim. Dia juga memastikan pihaknya akan menginvestigasi kasus ini guna mengungkap kejadian sebenarnya.
Dua warga Desa Selok Awar-awar menjadi korban penculikan dan penganiayaan preman. Satu orang bernama Salim tewas mengenaskan dan satu lain luka kritis.
Dua warga itu selama ini getol menolak kegiatan penambangan pasir di desanya. Diduga, penganiayaan itu terkait dengan kegiatan penambangan pasir. Kepolisian telah menetapkan puluhan orang sebagai tersangka.
S.G. WIBISONO
Baca juga:
TNI & G30 September 1965: Inilah 5 indikasi Keterlibatan Amerika!
Omar Dani: CIA Terlibat G30S 1965 dan Soeharto yang Dipakai