TEMPO.CO, Jakarta - Salim Kancil, penolak tambang yang menjadi korban penganiayaan, dikenal sangat vokal menolak adanya penambangan pasir di Desa Selok Awar-Awar, Kecamatan Pasirian, Kabupaten Lumajang, Jawa Timur. Salim sehari-hari bekerja sebagai petani dan pencari kayu bakar.
"Ada juga cerita kenapa dia disebut Salim Kancil, karena dia terkenal orang yang lincah, tidak kenal takut, dan ceplas-ceplos gaya bicaranya. Makanya ditambahi kancil di belakang namanya," kata Direktur Eksekutif Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Jawa Timur Ony Mahardika kepada Tempo, Kamis, 30 September 2015.
Ony bercerita, pertemuannya dengan Salim Kancil terjadi saat Salim hadir dalam acara pertemuan yang digagas Walhi Jawa Timur dan Jaringan Advokasi Tambang Nasional di Cangar, Kota Batu. Waktu itu, Salim datang bersama dengan Tosan dan satu orang lain.
"Waktu itu, pertemuannya dengan orang-orang yang tergabung dalam komunitas antitambang," ucapnya.
Dalam acara tersebut, para aktivis antitambang memang diajari Walhi Jawa Timur dan Jaringan Advokasi Tambang Nasional bagaimana cara melawan penambang. Selain itu, mereka diajari bagaimana cara melakukan advokasi.
Saat acara tersebut, Salim Kancil memang berbicara dengan Ony bahwa dia terlibat dalam melawan penambang pasir di daerahnya. Salim ingin meminta tolong untuk dibantu advokasi oleh Walhi Jawa Timur.
"Sebelumnya, Salim memang telah kontak dengan kami. Akhirnya, kami ingin juga mengundang dia untuk datang," ujarnya.
EDWIN FAJERIAL
Baca juga:
Kisah Salim Kancil Disetrum, Tak Juga Tewas: Inilah 3 Keanehan
Sophia Ikut Ariel: Kalau Noah ke Taiwan, Tante Ikut Dong?