TEMPO.CO, Lumajang - Pengobatan aktivis petani penolak tambang pasir di Desa Selok Awar Awar, Pasirian, Lumajang, Tosan, 52 tahun, membutuhkan biaya besar. Terutama untuk biaya operasi lambung setelah dianiaya. "Butuh biaya besar, tak tahu total biayanya berapa," kata kakak ipar Tosan, Madris, Rabu, 30 September 2015.
Selama ini semua biaya pengobatan ditanggung keluarga. Seperti sumbangan dari saudara, teman, dan tetangga. Bantuan dan sumbangan keluarga tersebut digunakan untuk kebutuhan mendesak. "Kemarin saya kirim uang Rp 3,5 juta untuk pegangan," ujarnya.
Urusan biaya pengobatan masih dirundingkan dengan keluarga. Bahkan ia akan menjual sapi peliharaannya untuk biaya pengobatan jika dibutuhkan. "Total biaya setelah sembuh pasti kita bayar bagaimana caranya," tuturnya.
Hingga kini belum ada bantuan resmi dari Pemerintah Kabupaten Lumajang untuk pengobatan Tosan. Namun sejumlah pejabat memberikan sumbangan atas nama pribadi. "Kapolres Lumajang juga datang dan memberi sumbangan," ucapnya.
Tosan menjalani perawatan di kamar isolasi Ruang 13 Rumah Sakit Saiful Anwar (RSSA), Malang. Istri Tosan, Ati Hariati, menjaganya setiap saat. Tosan dilarang menerima tamu atau dibesuk. Selang infus dan oksigen masih terpasang untuk membantu pernapasan. "Tak ingat apa-apa, tak bisa diajak komunikasi. Yang penting segera sembuh," ujar Ati.
Adapun Komunitas Gusdurian dan Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) menggalang dukungan dana untuk membantu biaya pengobatan Tosan. Mereka membuka sumbangan melalui nomor rekening organisasi. "Dana yang terkumpul segera disalurkan. Pak Tosan butuh dana, tak sekadar dukungan," kata Dewan Daerah Walhi Jawa Timur.
Mereka juga membangun komunikasi dengan jaringan Walhi untuk membantu pengobatan Tosan. Harapannya, Tosan pulih dan bisa memberikan kesaksian atas kasus kekerasan yang menyebabkan Salim alias Kancil tewas.
EKO WIDIANTO