TEMPO.CO, Belopa - Desakan penutupan tambang galian C di Desa Kadong-Kadong, Kecamatan Bajo Barat, Kabupaten Luwu, Sulawesi Selatan, terus berlanjut. Tambang yang dikelola PT Harfiah Graha Perkasa sejak 2010 itu telah menimbulkan kerusakan lingkungan hidup yang parah.
Forum Pemuda Pemantau Kinerja Eksekutif dan Legsislatif (FP2KEL), sudah dua kali menyuarakan sikapnya agar aktivitas tambang itu ditutup. Selain meminta Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Luwu mengeluarkan rekomendasi penutupan, juga mendesak Kepolisian Resor Luwu melakukan langkah hukum yang berkaitan dengan kerusakan lingkungan hidup.
Ketua FP2KEL, Ismail Ishak, menjelaskan pihaknya terus melengkapi data dan dokumen sebagai dasar tuntutan kepada kepolisian. Data dan dokumen itu terkait kerusakan lingkungan yang timbul akibat aktivitas tambang, termasuk pabrik pemecah batu milik PT Harifah. "Setelah semuanya lengkap, segera kami serahkan kepada kepolisian,” katanya, Selasa, 29 September 2015.
Menurut Ismail, keluhan masyarakat Desa Kadong-Kadong sudah sering didengar dan dilaporkan kepada FP2KEL. Tanaman pertanian milik warga selalu gagal dipanen akibat terpapar debu. Jalan desa juga rusak karena setiap hari dilalui puluhan truk ukuran besar yang mengangkut pasir dan batu.
Badan sungai terkikis akibat pengambilan batu dan pasir di sembarangan tempat dan terus berpindah-pindah. Lahan sawah dan perkebunan milik warga tergerus. Air sungai juga tercemar karena oli bekas dari truk maupun bahan bakar bekas digunakan pabrik dibuang ke sungai. “Kerusakan lingkungan hidup tidak bisa terus dibiarkan,” ujar Ismail.
Desakan pentupan aktivitas tambang PT Harifah, kata Ismail, juga karena Izin Usaha Pertambangan Operasi Produksi (IUP-OP) perusahaan itu sudah berakhir sejak 9 Agustus 2015.
Senada dengan FP2KEL, Anti Coruption Committe (ACC) sulawesi Selatan juga mendesak kepolisian melakukan penyelidikan. “Penegakan hukum lingkungan harus diseriusi oleh polisi,” ucap Wakil Ketua ACC Sulawesi Selatan, Abdul Kadir Wokanobun. “Penyelidikan bisa dimulai dengan memeriksa izin tambang PT Harifah, apakah masih berlaku atau tidak.”
Sebelumnya, puluhan warga Desa Kadong-Kadong, mendatangi DPRD Luwu. Warga didamping oleh Kepala Desa Kadong-Kadong, Rusli. Mereka juga mendesak pentutupan tambang galian C di desa itu. “Kerusakan lingkungan yang ditumbulkannya sangat merugikan warga, sedangkan kontribusi dari perusahaan untuk desa dan warga tidak ada,” kata Rusli.
Kepala Satuan Reserse dan Kriminal Polres Luwu, Ajun Komisaris, Dedy Setiawan, mengatakan pihaknya merespon setiap pengaduan masyarakat, termasuk yang berkaitan dengan tambang galian C PT Harifah. Namun, diakuinya belum dilakukan penyelidikan. Alasannya, jumlah personil kepolisian terbatas. “Pasti kami usut, tapi saat ini personil yang bisa fokus menyelidikinya terbatas,” tuturnya.
Kepala Bidang Pertambangan Umum Dinas Pertambangan dan Energi Kabupaten Luwu, Burwanto, mengakui IUP-OP PT Harifah sudah berakhir masa berlakunya. Namun, perusahaan itu sedang mengurus perpanjangan perizinannya. Dia bahkan mengatakan dari hasil pengawasan yang dilakukan pihaknya, seluruh aktivitas tambang dan pabrik pemecah batu PT Harfiah tidak melanggar ketentuan. “Dugaan adanya kerusakan lingkungan hidup harus diperkuat data dari Badan Lingkungan Hidup,” katanya.
Wakil Ketua DPRD Luwu, Andi Arifin Wajuanna, sepakat merekomendasikan penutupan sementara seluruh aktivitas PT Harfiah. Sikap DPRD itu sebagai jawaban atas desak warga Desa Kadong-Kadong maupun pihak lainnya. "Harus ditutup sementara waktu sampai manajemen PT Harfiah bisa memberikan penjelasan,” ujarnya.
Direktur PT Harfiah, Idris, tidak bisa dimintai konfirmasi. Dicari di kantornya di Jalan Topoka, Kecamatan Belopa, kantor itu sudah pindah dan tidak diketahui alamatnya yang baru. Telepon maupun pesan singkat yang dikirim Tempo tidak ditanggapi.
HASWADI