TEMPO.CO, Lumajang - Eksekutif Wahana Lingkungan Hidup Ony Mahardika mengutuk keras pembunuhan seorang aktivis penolak tambang di Lumajang. “Aparat kepolisian harus mengusut tuntas kasus ini dan menangkap dalang pembunuhnya,” kata Ony melalui sambungan telepon, Sabtu sore, 26 September 2015.
Dua warga Desa Selok Awar-awar, Kecamatan Pasirian, Kabupaten Lumajang, diduga menjadi korban amuk massa, Sabtu pagi, 26 September 2015. Aksi kekerasan ini menyebabkan satu korban tewas dan seorang kritis.
Satu korban tewas adalah Salim, 52 tahun, warga Dusun Krajan II. Sedangkan korban yang kritis adalah Tosan, 51 tahun, warga Dusun Persil. Dua korban kekerasan ini dikenal sebagai warga penolak tambang pasir di pesisir Pantai Watu Pecak.
Ony mendesak Pemerintah Kabupaten Lumajang dan Pemerintah Provinsi Jawa Timur menghentikan dan mencabut izin seluruh aktivitas penambangan pasir di Desa Selok Awar-awar, Kecamatan Pasirian, Kabupaten Lumajang, Jawa Timur.
Ony mengatakan yang dilakukan warga adalah bagaimana agar ruang hidupnya bisa terjamin dari bencana ekologi, apalagi lahan itu lahan pertanian. Awalnya warga diminta tanda tangan untuk wisata, ternyata malah dibuat pertambangan.
“Semua izin pertambangan di seluruh Kabupaten Lumajang dari dulu dimiliki orang per orang secara personal. Kami minta pemerintah segera moratorium pertambangan yang ada, dicabut dan segera dihentikan,” ujar Ony.
Walhi menyatakan siap mendampingi masyarakat yang resah setelah tewasnya aktivis anti-tambang. “Kami melakukan pendekatan terus-menerus supaya masyarakat tidak merasa takut,” tuturnya.
DAVID PRIYASIDHARTA