SWA.CO.ID, Jakarta - Hari Badak Internasional yang jatuh pada 22 September lalu dirayakan oleh WWF dengan mengadakan diskusi bertajuk Fotografi Alam Liar yang berfokus pada fotografi badak.
Acara yang merupakan hasil kerja sama antara WWF dengan mahasiswa dan pengajar biologi Universitas Nasional ini tidak hanya membahas mengenai fotografi, tetapi juga membahas kelangsungan hidup badak, terutama di Indonesia.
Menurut Sunarto, Wildlife Specialist WWF Indonesia, kehidupan badak Jawa di Taman Nasional Ujung Kulon semakin membaik dan jumlahnya baru saja bertambah menjadi 60 ekor dengan lahirnya seekor bayi badak jawa baru-baru ini.
Kelahiran bayi badak Jawa ini merupakan kabar yang sangat menggembirakan bagi pemerhati alam liar. Pasalnya, badak adalah hewan yang soliter. Mereka termasuk hewan yang pemalu dan tidak begitu sosial. Ini menyebabkan jumlah perkawinan mereka tergolong lebih jarang jika dibandingkan dengan hewan yang hidup di dalam kawanan, seperti gajah. Bahkan, badak yang sudah ditempatkan di dalam sanctuary juga terkadang masih termasuk sulit untuk melakukan perkawinan.
“Di Sumatera, kelangsungan hidup badak masih lebih mengkhawatirkan dibandingkan dengan di Ujung Kulon. Ada tempat cagar alam di sana yang pemburu bahkan masih bisa masuk. Belum lagi kebakaran hutan di mana-mana membuat habitat badak makin berkurang. Di alam liar, biasanya pada saat musim cempedak, itu juga adalah musim kawin badak. Ini karena saat cempedak itu berbuah dan jatuh, wanginya menarik bagi para badak. Jadi yang jantan maupun betina bisa bertemu dan makan buah itu bersama-sama. Karena buah cempedak ini kaya nutrisi dan protein, ini membuat pejantan dan betinanya jadi mudah terangsang, kawin itu mereka. Nah, kalo sekarang mana ada tempat yang mereka bisa bertemu di alam liar dalam keadaan damai dan tenang,” jelas Alain Compost, fotografer profesional alam liar.
Compost menambahkan, sanctuary memang berfungsi melindungi badak, tetapi belum tentu bisa menjamin terjadi perkawinan badak didalamnya.
Mengenai fotografi, Compost menjelaskan, sebelum menjadi fotografer alam liar seperti sekarang ini dia sempat bekerja sebagai pengurus binatang di kebun binatang di Perancis. Dia menjelaskan bahwa dulu tergerak menjadi fotografer alam liar karena merasa kasihan pada badak yang terkurung di dalam kandang. Dia pun merasa harus melakukan sesuatu untuk alam dan Compost menegaskan bahwa dengan jadi fotograferlah ia bisa memberikan kontribusi.
Alain Compost memberikan beberapa tips dalam memotret hewan di alam liar, terutama badak. “Badak memiliki mata yang rabun tapi penciumannya tajam. Kalau kita bisa memperhatikan arah angin, kita bisa dengan mudah memotret mereka. Saat memotret badak, usahakan jangan berisik karena mereka mudah terganggu, kalau merasa terancam di situ, dia memang akan lari tapi tidak jauh. Intinya, jangan sampai kita membuat kedamaiannya terganggu,” ujar Compost.