TEMPO.CO, Surabaya - Pejabat sementara Wali Kota Surabaya diminta tetap netral dan fokus dalam melanjutkan pembangunan Kota Surabaya. Pesan ini disampaikan setelah Gubernur Jawa Timur Soekarwo menetapkan nama pejabat yang akan dilantiknya pada 28 September 2015, bertepatan dengan berakhirnya periode Wali Kota Tri Rismaharini dan wakilnya, Whisnu Sakti Buana.
"Ini kan kita tidak berbicara soal pilkada, tapi soal pembangunan Kota Surabaya," ujar anggota DPRD Surabaya dari Fraksi PDIP, Syaifudin Zuhri, Selasa, 22 September 2015.
Sebelumnya, Soekarwo menyatakan telah menunjuk Kepala Inspektorat Provinsi Jawa Timur Nurwiyatno untuk menahkodai Pemerintah Kota Surabaya hingga pemilihan yang rencananya akan digelar Desember mendatang. Dalam pemilihan itu, Soekarwo sebagai Ketua Partai Demokrat Jawa Timur berperan besar mengusung pasangan calon penantang Risma-Whisnu.
Syaifudin menolak menguraikan pesannya tentang netralitas. Dia hanya mengatakan bahwa pejabat sementara Wali Kota Surabaya nanti harus tetap melanjutkan pembangunan di Kota Surabaya meski hanya menjabat dalam waktu singkat. "Ini termasuk soal penyerapan anggaran juga, jadi harus digenjot penyerapannya agar pembangunannya tidak terhenti," katanya.
Wakil Ketua DPRD Surabaya Masduki Toha setuju dengan beban penugasan yang diberikan Soekarwo kepada Nurwiyatno, yakni menyelaraskan eksekutif dan legislatif di Surabaya. "Eksekutif dan legislatif kan seperti 'suami istri,' jadi harus dapat berjalan bersama-sama," katanya.
Nurwiyatno belum bersedia memberi komentar atas penunjukan terhadap dirinya itu. Ditemui di ruang kerjanya, Senin, 21 September 2015, dia meminta wawancara terkait dilakukan usai pelantikan 28 September 2015.
Proses pilkada di Surabaya masih berkutat di tahap pendaftaran. Koalisi Partai Demokrat dan Partai Amanat Nasional telah mendaftarkan pasangan calon baru, yakni Rasiyo (mantan Sekretaris Daerah Provinsi Jawa Timur) dan Lucy Kurniasari (mantan Ning Surabaya yang kini menjadi politikus Demokrat). Keduanya baru akan ditentukan memenuhi syarat atau tidak pada Kamis, 24 September 2015.
Sebelumnya, Risma-Whisnu terus terdaftar sebagai pasangan calon tunggal. Sebagian kalangan partai politik di Surabaya sengaja mempertahankan status itu karena merasa tak punya peluang mematahkan popularitas Risma pada saat ini. Mereka memilih pilkada ditunda hingga 2017.
EDWIN FAJERIAL