TEMPO.CO, Jakarta - Akil Mochtar, mantan Ketua Mahkamah Konstitusi berencana mengugat Komisi Pemberantasan Korupsi secara perdata. Akil Mochtar merasa, KPK telah merampas haknya dengan memblokir rekening istrinya, yang dianggap tidak ada kaitannya dengan perkara yang saat ini menjeratnya.
"Kami sudah bikin surat, lima kali selalu menunggu putusan pimpinan. Sampai hari ini, berurusan dengan KPK tidak bisa berhadapan langsung," tutur Akil Mochtar di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, Senin 21 September 2015.
Akil Mochtar menilai rekening yang diblokir tersebut merupakan rekening gaji dari DPR dan tidak ada kaitannya dengan perkara Mahkamah Konstitusi. Akil Mochtar mengaku sudah mengajukan surat kepada KPK sejak Maret 2015. Namun, hingga saat ini belum ada jawaban dari KPK.
"Rekening istri saya, tidak disita tapi diblokir, tidak ada masuk dalam berkas perkara. Itu urusannya apa coba. Memang mau merampok itu. Saya mau melaporkan ini ke polisi, menahan barang ini," ujar Akil Mochtar.
Akil Mochtar menolak memberi keterangan sebagai saksi untuk terdakwa Rusli Sibua karena merasa rekeningnya, rekening istri serta anaknya yang tidak berkaitan dengan perkara tersebut belum juga dibuka pemblokirannya.
Rusli Sibua sebagai Bupati Pulau Morotai didakwa menyuap mantan Ketua Mahkamah Konstitusi Akil Mochtar sebesar Rp 2,99 miliar. Sejumlah uang diberikan kepada Akil Mochtar untuk mempengaruhi putusan perkara permohonan keberatan atas hasil Pilkada di Kabupaten Pulau Morotai, Maluku Utara.
Rusli disangkakan Pasal 6 ayat 1 huruf a Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHPidana.