TEMPO.CO, Yogyakarta - Sejumlah aktivis dan pedagang kaki lima di Jalan Brigjen Katamso, Yogyakarta, terus menggalang dukungan moral dari masyarakat terkait dengan gugatan Rp 1 miliar yang dilakukan Eka Aryawan, pengusaha mainan, dalam sengketa penempatan lahan.
Dua hari lalu, para aktivis dan PKL menggalang pengumpulan koin sebagai simbol perlawanan atas kesewenang-wenangan. Kini mereka juga membentuk posko yang tak jauh dari lahan sengketa. Posko itu menggunakan bengkel milik salah seorang pedagang kaki lima, Boediono. Di depan bengkel itu dipasang spanduk bertulisan "Posko Pengumpulan Koin" dengan hashtag penyerta di bawah spanduk bertulisan "#5PKL1M".
“Posko ini jadi bentuk perlawanan tanpa henti mencari keadilan bagi pedagang kaki lima yang digugat,” ujar aktivis pendamping PKL, Baharuddin Kamba, di sela aksi di perempatan Gondomanan, Jumat, 18 September 2015.
Kasus penggalangan koin ini merupakan buntut gugatan pengusaha toko mainan anak, Eka Aryawan, terhadap lima pedagang kaki lima di Jalan Brigjen Katamso sejak Agustus lalu. Menurut para pedagang, gugatan dilatari sikap pihak Eka yang merasa terganggu oleh keberadaan pedagang yang dinilai bakal menghambat akses jalan toko barunya seluas 456 meter persegi itu. Toko tiga lantai itu saat ini sudah masuk tahap penyelesaian.
Lokasi berjualan para PKL ini menutupi sebagian bangunan baru toko Eka, khususnya sisi selatan. Salah seorang pedagang, Boediono, menuturkan, dari lebar muka 16 meter, toko pengusaha yang kini memiliki dua blok ruko mainan di Jalan Mayor Suryotomo, Yogyakarta, itu, pedagang kebetulan berjualan di lahan selebar 4 meter.
“Ada sisa 12 meter, apa itu tak cukup?” ujar Boediono. Pedagang menolak diusir meskipun mengakui tak memiliki surat apa pun dalam menempati lahan itu. Sebab, menurut pedagang, pihak Eka, yang menempati lokasi itu, juga hanya menyewa atau tanah kekacingan dari pihak Keraton Yogyakarta.
“Keraton juga hanya mengizinkan sewa seluas 73 meter dari 140 meter persegi di lahan yang disewakan kepada Eka, kok kami diusir,” ujarnya sembari menunjukkan surat kekancingan keraton yang keluar pada 2011 itu.
PRIBADI WICAKSONO