TEMPO.CO, Bantul - Gempa bumi yang mengguncang Yogyakarta pada 2006 ternyata masih menyisakan masalah. Dana rekonstruksi yang seharusnya diberikan utuh kepada korban yang rumahnya rusak justru dipotong oleh fasilisator sosial saat itu.
Seno yang merupakan guru di Sekolah Menengah Pertama I Dlingo, Bantul, yang menjadi fasilitator sosial saat itu, kini harus menjadi pesakitan dalam kasus korupsi pemotongan dana sebesar Rp 50 juta di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Yogyakarta.
"Terdakwa menerima uang dari empat kelompok masyarakat Rp 62 juta, tetapi hanya disetorkan ke fasilitator teknis Rp 12 juta," kata jaksa penuntut umum Herawati, Kamis, 17 September 2015.
Rumah yang mengalami kerusakan berat mendapatkan bantuan Rp 15 juta dari pemerintah, sedangkan yang rusak sedang mendapat Rp 4 juta dan rusak ringan Rp 1 juta. Dana bantuan dari pemerintah itu turun pada 2007.
Adapun di Dusun Pakis, Dlingo, Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta rumah-rumah warga masuk dalam kategori rusak sedang. Yakni sebanyak 167 rumah. Dari jumlah itu dibagi empat wilayah yang dikoordinasi oleh ketua kelompok masyarakat.
Dari empat kelompok masyarakat itu, dana yang turun sebanyak Rp 668 juta. Oleh terdakwa Seno, setiap kelompok masyarakat diharuskan menyetorkan sejumlah uang. Yaitu masing-masing harus menyetorkan sebanyak Rp 15,5 juta. Uang itu akan diberikan kepada fasilitator teknik. Namun yang diserahkan oleh Seno hanya Rp 12 juta saja.
Saat para ketua kelompok masyarakat menolak untuk memberikan uang, Seno justru mengancam. "Nek ora manut aku urusen dhewe, nek dudu aku sing ngurusi, ra bakalan cair". Kalau tidak manut saya, urus sendiri. Kalau bukan saya yang ngurus tidak akan cair.
Dalam dakwaan primer, jaksa menjerat terdakwa dengan pasa 2 ayat (1) jo pasal 18 Undang Undang Nomor 31 tahun 1999 tentang tindak pidana korupsi sebagaimana diubah dan ditambah dengan Undang Undang Nomor 20 tahun 2001.
Bambang Supriyanto, pengacara terdakwa menyatakan akan menanggapi dakwaan jaksa pada sidang minggu depan. Sidang yang dipimpin oleh hakim Ikhwan Indrato itu dijadwalkan kembali pada 21 September 2015 mendatang. "Kami akan mengajukan eksepsi dalam sidang berikutnya," kata dia. Adapun Seno, saat ini mendekam di rumah tahanan Pajangan Bantul sejak awal September lalu.
MUH SYAIFULLAH