TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Jenderal Peraturan Perundang-undangan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Widodo Ekatjahjana menyambangi gedung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Kedatangan Widodo bermaksud untuk meminta masukan terkait dengan adanya rencana memasukkan delik korupsi dalam Rancangan Undang-Undang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RUU KUHP). "Kami proaktif untuk melibatkan stakeholder dalam pembahasan RUU KUHP," kata Widodo di gedung KPK, Senin, 14 September 2015.
Menurut Widodo, RUU KUHP masih sangat terbuka pada perubahan. Selain KPK, Kementerian juga akan mengajak kepolisian dan kejaksaan terlibat dalam pembahasan RUU tersebut. Revisi UU KUHP-Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) diusulkan pemerintah pada DPR dan menjadi prioritas program legislasi nasional periode 2009-2014. Pembahasan RUU ini masih dilakukan Komisi III dan Kementerian Hukum.
Pembaruan KUHP menuai protes dari banyak pihak karena memasukkan delik korupsi. Tindak pidana korupsi dan tindak pidana pencucian uang diatur pada Pasal 687 hingga 706 dan Pasal 767 RUU KUHP. Pasal tersebut dianggap berpotensi mereduksi tindak pidana korupsi dari kejahatan luar biasa menjadi tindak pidana biasa atau ordinary crimes. Beberapa kejahatan luar biasa yang dimaksud seperti terorisme, korupsi, dan kejahatan narkoba.
Fungsi penindakan KPK diatur secara khusus dalam UU Tindak Pidana Korupsi dan UU KPK. Dengan masuknya delik korupsi ke dalam KUHP, maka fungsi penindakan oleh KPK, seperti penyidikan dan penuntutan, akan dialihkan ke Polri dan kejaksaan.
MOYANG KASIH DEWIMERDEKA