TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Agama Lukman Hakim Syaifuddin mengatakan tak ada aturan khusus yang mengatur alokasi sisa kuota haji. Trauma dengan kasus yang menyeret mantan Menteri Agama Suryadharma Ali, Lukman mengeluarkan keputusan menteri agar tak ada lagi pembagian gratis kuota haji.
"Sebelum saya jadi menteri, memang tak ada kejelasan dan ketegasan bagaimana menggunakan sisa kuota, sehingga tiap menteri menempuh kebijakannya masing-masing," ucap Lukman Hakim seusai rapat kerja di Kompleks Parlemen, Senayan, Selasa, 8 September 2015.
Lukman berujar, tiap tahun memang terdapat sekitar 2.000 sisa kursi haji. Alasannya, banyak calon anggota jamaah haji yang meninggal dunia, sakit keras, dan tak mampu melunasi biaya perjalanan sehingga tak bisa menggunakan jatah hajinya. Saat menjadi Menteri Agama periode 2009-2014, Suryadharma Ali membagikan jatah sisa itu kepada sejumlah lembaga dan pihak swasta.
Suryadharma menyebut sejumlah anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Badan Pemeriksa Keuangan, TNI, Ombudsman, kementerian, wartawan, bahkan KPK juga mendapat sisa kuota haji. Selain itu, Suryadharma menuturkan kuota haji diberikan kepada Paspampres Wakil Presiden RI sebanyak 100 orang, keluarga almarhum Taufiq Kiemas dan Megawati Soekarnoputri 50 orang, keluarga Menteri Pertahanan Purnomo Yusgiantoro 70 orang, keluarga Amien Rais 10 orang, keluarga Karni Ilyas 2 orang, dan keluarga Suryadharma sendiri 6 orang.
Akibatnya, Suryadharma diseret Komisi Pemberantasan Korupsi. Agar kasus tak terulang, Lukman mengeluarkan aturan peralihan sisa kuota haji untuk pendaftar berikutnya.
"Sisa kuota akan digunakan untuk nomor urut berikutnya. Hanya calon anggota jamaah haji yang boleh gunakan sisa kuota," ucap Lukman.
Urutan keberangkatan diatur sesuai dengan prioritas, misalnya kepada lansia berusia di atas 75 tahun. Berikutnya baru diberikan ke calon haji lain. Sedangkan petugas haji memiliki kuota yang berbeda.
"Mereka tidak termasuk, karena mereka punya kuota tersendiri dan harus memenuhi persyaratan," tutur Lukman.
PUTRI ADITYOWATI