TEMPO.CO, Jakarta - Tim pemantau Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) malam ini berangkat ke Timika, Papua, untuk melakukan pengumpulan fakta dan data tentang peristiwa penembakan di kompleks Gereja St. Fransiskus Koperapoka di Jalan Bhayangkara, Timika, Papua, pada 28 Agustus 2015.
"Agenda Komnas HAM di Timika, kami akan bertemu korban, gereja, Keuskupan Timika, TNI, Polri, dan Bupati Mimika," kata Natalius Pigai, Anggota Komnas HAM, Senin, 7 September 2015. Natalius memimpin tim pemantauan Komnas HAM kasus penembakan di Timika.
(Baca juga: Uskup Timika Kecam Penembakan Aparat TNI di Gereja)
Menurut Natalius, tim pemantau Komnas HAM selama dua hari akan mengumpulkan data dan fakta di Timika. Setelah itu tim akan terbang ke Jayapura, ibu kota Papua, untuk bertemu Kapolda Papua Paulus Waterpauw dan Pangdam Cendrawasih Hinsa Siburian. Tim akan tinggal selama dua hari di Jayapura.
Dalam pertemuan dengan Kapolda Papua dan Pangdam Cendrawasih, kata Natalius, tim Komnas HAM akan mendesak dilakukan penegakan hukum dengan membawa para pelakunya untuk diadili di Mahkamah Militer di Jayapura.
Natalius beralasan pelaku penembakan di komplek Gereja St. Fransiskus Koperapoka telah diketahui, yakni anggota Kodim 1710 bernama Serka Makher dan Sertu Ashar.
Sebelumnya, petugas Pastoral Keuskupan Timika, Papua, Santon Tekege, menjelaskan kronologi penembakan oleh dua aparat TNI mabuk yang menewaskan dua warga sipil, yakni Imanuel Mailmaur, 23 tahun, dan Yulianus Okoware, 23 tahun, serta melukai beberapa orang yang berada di komplek gereja.
"Sebenarnya masih ada yang mengalami luka-luka tembakan, tetapi tidak bisa terdata karena banyak aparat keamanan tidak mengizinkan mengambil data para korban di Rumah Sakit Umum Daerah Mimika.
Menurut Santon, kejadian ini sebenarnya bermula saat ada acara pukul tifa, yakni acara khas orang Mimika untuk menyambut suksesnya seseorang dalam meraih gelar di dunia pendidikan. Namun dalam acara pukul tifa pada Kamis malam, 27 Agustus 2015, di Koperapoka, Timika, dua orang tak dikenal datang di tempat acara tersebut dalam keadaan mabuk dan menggunakan kendaraan bermotor.
"Karena kedua orang tak dikenal itu datang dalam keadaan mabuk, masyarakat menolak mereka masuk ke tempat acara itu. Kemudian mereka pulang dengan emosi dan penuh kemarahan kepada petugas keamanan acara pukul tifa itu," katanya. Selang beberapa menit, keduanya datang kembali.
Saat datang untuk kedua kalinya itu, kata Santon, mereka membawa senjata laras panjang dan pisau sangkur. "Kedua pelaku lalu berdebat dengan penjaga keamanan dari Orang Muda Katolik (OMK) dalam acara itu. Keduanya mencoba mendobrak paksa masuk dalam acara pukul Tifa dan mengacaukan situasi acara itu," ujar Santon.
Menurut Santon, kedua orang pelaku penembakan itu menodongkan pisaunya ke arah masyarakat Timika di sekitar pusat acara pukul tifa itu. "Bukan hanya itu, keduanya juga menodongkan senjata laras panjang yang mereka bawa. Masyarakat mulai takut dan cemas. Acara pukul tifa mulai kacau karena kehadiran orang tak dikenal itu," katanya.
Setelah acara pukul tifa kacau, kata Santon, kedua orang pelaku keluar dari tempat acara pukul tifa menuju arah jalan raya. "Dari jalan raya itulah pelaku mengeluarkan tembakan ke arah massa yang ada di sekitar sepanjang Jalan Raya Koperapoka. "Saat itu massa kocar-kacir karena takut kena peluru senjata tajam yang ditembakkan kedua pelaku."
MARIA RITA