TEMPO.CO, Jakarta - Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Fahri Hamzah menganggap pencopotan Komisaris Jenderal Budi Waseso dari jabatan Kepala Badan Reserse Kriminal sebagai bukti sikap plinplan Presiden Joko Widodo.
Menurut dia, pencopotan ini aneh karena sebelumnya Jokowi-lah yang meminta Bareskrim membongkar masalah waktu tunggu bongkar-muat atau dwelling time di Pelabuhan Tanjung Priok.
"Pak Jokowi kan yang ngeluh soal dwelling time. Begitu dikerjakan, kena kaki orang besar, eh dia malah berhenti. Ini kan enggak bagus. Yang ngeluh kan Presiden, begitu ditelusuri kenapa diberhentikan?" ujarnya di Gedung Nusantara III DPR.
Isu soal intervensi politik mencuat dalam pencopotan Budi Waseso sebagai Kabareskrim. Buwas, sapaan Budi Waseso, disebut-sebut dimutasi karena menyidik kasus dugaan korupsi pengadaan harbour mobile crane di PT Pelabuhan Indonesia (Persero) II.
Jumat pekan lalu, penyidik Bareskrim pun menggeledah kantor PT Pelindo II dan ruang kerja Direktur Utama PT Pelindo II Richard Joost Lino.
Lino pun mengadukan kejadian ini ke Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional Sofyan Djalil. Beberapa hari berselang, Wakil Presiden Jusuf Kalla dikabarkan menegur Buwas.
Fahri menilai pencopotan ini sebagai bukti inkonsistensi Jokowi. Menurut dia, tak ada alasan untuk mencopot Buwas. "Kalau alasannya membuat gaduh, itu tidak bisa dijadikan landasan hukum. Kejaksaan Agung, KPK, dan BNN, mereka juga sering bikin gaduh, tapi tidak dihukum," ujarnya.
Ia juga turut mengapresiasi upaya Buwas dalam melakukan pemberantasan korupsi. "Itu yang kami inginkan agar tidak hanya lembaga semi-negara yang dominan melakukan pemberantasan korupsi. Kalau ada KPK dalam pemberantasan korupsi, KPK adalah pemain cadangan. Jangan sampai dalam pemberantasan korupsi, pemain cadangan malah jadi pemain utama, sementara pemain utama disingkirkan," ujar politikus Partai Keadilan Sejahtera itu.
MAWARDAH NUR HANIFIYANI