TEMPO.CO, Yangon - Presiden Myanmar mengesahkan undang-undang yang dianggap akan mendiskriminasi minoritas muslim di negara tersebut pada Senin, 31 Agustus 2015.
"Presiden Thein Sein menandatangani RUU Monogami setelah disahkan oleh parlemen pada 21 Agustus," kata Zaw Htay, pejabat senior di kantor presiden, seperti dilansir Reuters pada 31 Agustus 2015.
Undang-undang tersebut sempat dikirim kembali ke parlemen untuk diperiksa sebelum ditandatangani. UU itu menetapkan hukuman bagi orang-orang yang memiliki lebih dari satu pasangan atau hidup dengan pasangan yang belum menikah selain pasangannya.
Pemerintah membantah UU tersebut ditujukan kepada umat Islam, yang diperkirakan ada sekitar 5 persen dari populasi negara itu, dan beberapa di antaranya menganut poligami.
"Presiden juga menandatangani dua undang-undang lain, yang membatasi konversi agama dan perkawinan antaragama, pada 26 Agustus," ucap Zaw Htay.
Penandatanganan tersebut adalah bagian dari empat undang-undang "hukum perlindungan agama dan ras" yang diperjuangkan Komite untuk Perlindungan Kebangsaan dan Agama atau Ma Ba Tha.
Myanmar, yang akan mengadakan jajak pendapat nasional demokratis yang pertama dalam lebih dari dua dekade pada 8 November mendatang, telah menujukan sikap antimuslim sejak kekuatan penuh militer menyerah serta membuka politik dan ekonomi pada 2011.
Ratusan orang telah tewas dalam kasus kekerasan agama di Myanmar. Pada 2012, sebuah insiden di Negara Bagian Rakhine menyebabkan perpindahan lebih dari 140 ribu orang, kebanyakan dari mereka anggota minoritas muslim Rohingya.
REUTERS | YON DEMA