TEMPO.CO, Jakarta - Pengacara calon Wakil Wali Kota Surabaya Wisnu Sakti Buana, Edward Dewaruci, mengatakan penundaan pemilihan kepala daerah serentak karena calon tunggal bisa merugikan kliennya. Tak cuma materi, tapi kerugian teknis juga banyak dirasakan Wisnu.
Menurut Edward, ketentuan yang tidak membolehkan pilkada hanya karena calon tunggal akan membelenggu hak politik Wisnu untuk dicalonkan. "Ternyata Undang-Undang Pilkada tak mengantisipasi adanya calon tunggal," kata Edward saat menghadiri sidang permohonan pengkajian Undang-Undang Pilkada di Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Selasa, 1 September 2015.
Edward mengatakan penundaan pilkada di Surabaya juga tak menguntungkan bagi kliennya dari sisi kampanye. Sebab, di daerah lain, para calon kepala daerah sudah melakukan kampanye. Kalaupun pasangan Tri Rismaharini-Wisnu Sakti Buana tetap dibolehkan mengikuti pilkada, kesempatan mereka untuk berkampanye menjadi lebih pendek dari daerah lain.
Edward menjelaskan bahwa Wisnu telah membangun kepercayaan kepada masyarakat Surabaya sejak lama. Itu menjadi sia-sia bila Wisnu tidak bisa ikut pilkada.
Tak cuma sebagai calon wali kota, Wisnu juga merasa dirugikan sebagai warga negara. Sebab, haknya untuk dipilih dan memilih tak bisa digunakan karena pilkada Kota Surabaya ditunda hingga Februari 2017. Padahal, sebagai warga negara, Wisnu sudah menjalani kewajiban, seperti menaati hukum serta bayar pajak.
Mahkamah Konstitusi hari ini menggelar sidang kedua perkara pengujian aturan jumlah minimal pasangan calon dalam penyelenggaraan pilkada. Agenda sidang kali ini adalah perbaikan permohonan.
Pasangan Risma-Wisnu kembali dinyatakan sebagai calon tunggal pilkada Surabaya setelah lawan mereka, pasangan Rasiyo dan Dhimam Abror, tak lolos. Komisi Pemilihan Umum Kota Surabaya menilai pasangan Rasiyo-Dhimam tidak melengkapi persyaratan administrasi, yaitu rekomendasi partai politik dan surat keterangan bebas tunggakan pajak.
FAIZ NASHRILLAH