TEMPO.CO, Jakarta - Tri Rismaharini, calon wali kota inkumben, menganggap aneh berbagai hal yang terjadi dalam pemilihan Wali Kota-Wakil Wali Kota Surabaya. Termasuk tak diloloskannya pesaingnya, Rasiyo dan Dhimam Abror, oleh komisi pemilihan umum setempat.
Risma bahkan menyebutkan kejanggalan itu salah satunya dalam proses kelengkapan administrasinya. "Minggu lalu saya masih diminta perbaikan dokumen, padahal saya sudah lama daftar, ini ada yang aneh," katanya kepada wartawan sebelum mengikuti rapat paripurna di kantor DPRD Surabaya, Senin, 31 Agustus 2015.
Menurut Risma, timnya telah berusaha melengkapi semua data sejak awal pendaftaran. Namun hingga seminggu yang lalu, pihaknya masih diminta memperbaikinya lagi, sehingga ia merasa hanya dia dan pasangannya, Whisnu Sakti Buana, yang diminta melengkapi dokumen pendaftaran itu. Sedangkan pesaingnya, Rasiyo-Dhimam Abror, seakan tidak diminta memperbaiki dokumennya. Itu terbukti, dokumen mereka masih dinyatakan tidak lengkap oleh KPU. “Katanya enggak lengkap, kenapa enggak (minta) dilengkapi, ini aneh,” ujarnya.
Sedangkan untuk rekomendasi dari DPP, menurut Risma, seharusnya dibuatkan tiga lembar, seperti yang diberikan Ketua Umum DPP PDIP kepada ia dan pasangannya. Tiga lembar rekomendasi itu ditandatangani langsung oleh Ketua Umum PDIP dengan tanggal yang sama dan materai yang berbeda. “Kalau sama semuanya kan difotokopi materainya,” ujarnya.
Sedangkan untuk kelengkapan surat tidak menunggak pajak yang dimiliki calon wakil wali kotaDhimam Abror, Risma menganggap hal itu mustahil. Soalnya, Dhimam Abror adalah anggota Kamar Dagang dan Industri serta Ketua KONI Jawa Timur, sehingga setiap pendapatannya secara prosedural langsung dipotong pajak, bahkan setiap tahunnya selalu diminta melaporkan harta kekayaannya. “Terus selama ini kalau dapat honor bagaimana? Kan langsung dipotong pajak? Ini aneh lagi,” ucapnya.
Selain itu, Risma mengeluhkan rumitnya memenuhi seluruh berkas menjadi calon wali kota-wakil wali kota karena berkas dokumen yang harus dilengkapi sangat banyak, termasuk ketika harus mengurus surat keterangan catatan kepolisian ke Polda Jawa Timur dengan tangannya sendiri, tanpa boleh diwakilkan. Adapun untuk mengurus Ijazahnya, dia mengaku meminta kader PDIP mengurusnya ke sekolahnya. “Saya mengumpulkan syarat-syarat itu setelah resmi mendapatkan rekomendasi,” katanya.
MOHAMMAD SYARRAFAH