TEMPO.CO, Jakarta - Perjuangan Komisi Nasional Pengendalian Tembakau untuk mendorong pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat membuat aturan yang melindungi kesehatan rakyat dari paparan asap tembakau berkali-kali mentok.
“Berbagai pihak kami dekati dari pemerintah hingga DPR, semuanya buntu,” kata Ketua Komnas Pengendalian Tembakau Prijo Sidipratomo kepada Tempo, Jumat, 28 Agustus 2015.
Prijo menuturkan, pendekatan kepada pemerintah dan DPR ini bertujuan mendorong penandatanganan Framework Convention on Tobacco Control (FCTC) yang dimulai sejak 2003. Dengan meratifikasi FCTC, Indonesia harus membuat regulasi yang mengatur perlindungan kesehatan rakyat dari paparan asap dan iklan rokok.
“Begitu kami mendekati pemerintah, mereka mengalihkan kepada Kementerian Kesehatan. Saat kami mendekati DPR, hanya ada satu fraksi yang mendukung, yakni Fraksi PKS,” kata doktor sekaligus dokter spesialis radiologi ini menuturkan.
Menurut Prijo, masalah perlindungan kesehatan kepada rakyat seharusnya menjadi kewajiban negara. “Bukan hanya masalah Kementerian Kesehatan, tapi beberapa kementerian terlibat, seperti Kementerian Pertanian, Kementerian Perindustrian, dan Kementerian Perdagangan,” ucapnya.
Ia menuturkan, kerap kali Komnas Pengendalian Tembakau dianggap memusuhi petani tembakau dan industri rokok. “Padahal, industri rokok dikuasai asing dan tembakau yang digunakan pun impor,” kata Prijo.
Lantaran terus merasa perjuangan membentur tembok, kata Prijo, lembaganya mengubah strategi. “Sekarang kami mendekati beberapa tokoh agama berpengaruh yang sering didengar Presiden Jokowi,” ujarnya.
Secara terpisah, Penasihat Komnas Pengendalian Tembakau Faried Anfasa Moeloek mengatakan, seharusnya semua pemangku kepentingan berpihak kepada kesehatan. "Pemerintah lupa kesehatan itu penting," ujar suami Menteri Kesehatan Nina F. Moeloek itu.
Bekas Menteri Kesehatan era Presiden Soeharto dan B.J. Habibie ini menjelaskan, pemerintah terkesan mengabaikan dampak kesehatan karena paparan asap rokok. "Di luar negeri, enggak ada reklame rokok dan minuman keras. Di sini, iklan rokok bertebaran di mana-mana, diserap banyak anak-anak tanpa pembatasan dan regulasi."
ISTIQOMATUL HAYATI