TEMPO.CO, Surabaya - Majelis Ulama Indonesia (MUI) menolak sanksi pidana untuk hubungan suami-istri sebagaimana tertera dalam fatwa tentang kriminalisasi hubungan suami-istri yang telah disahkan dalam Musyawarah Nasional IX MUI di Surabaya sesuai dengan hasil pembahasan Komisi C.
"Fatwanya sudah dibacakan dan disetujui sehingga mulai diberlakukan sejak tanggal pengesahan," ujar Sekretaris Jenderal MUI Pusat terpilih, Anwar Abbas, di Surabaya, Kamis, 27 Agustus 2015.
Fatwa yang dituangkan dalam Fatwa MUI Nomor 02/MUNAS-IX/MUI/2015 tersebut menyatakan kriminalisasi hubungan suami-istri bertentangan dengan hukum Islam. Karena itu, MUI merekomendasikan kepada aparat penegak hukum agar memahami secara utuh bahwa pidana pemerkosaan tidak dapat diterapkan dalam hubungan seksual yang dilakukan suami-istri.
"Pemerintah dan DPR harus meninjau ketentuan peraturan perundang-undangan untuk disesuaikan dengan fatwa ini," kata Sekretaris Komisi Fatwa Munas MUI Asrorun Ni'am Sholeh.
Menurut dia, pemerkosaan adalah perbuatan hubungan kelamin antara laki-laki dan perempuan yang bukan istrinya yang dilakukan dalam kondisi pemaksaan dan/atau di bawah ancaman. "Hubungan seksual antara suami dan istri dalam situasi terpaksa adalah khilaful aula' (tidak sesuai dengan yang utama), tetapi tidak dapat dikategorikan sebagai pemerkosaan," ucapnya.
Pada dasarnya, ujar dia, relasi suami-istri harus dibangun sebagai manifestasi dari cinta (mawadah) dan kasih sayang (rahmah) serta pelaksanaan hubungan suami-istri merupakan ibadah.
Dalam fatwa tersebut juga dijelaskan bahwa pasangan suami-istri haram melaksanakan hubungan seksual dalam kondisi yang terlarang secara syari, yakni saat istri dalam kondisi haid dan nifas atau suami atau istri sedang berpuasa saat Ramadan.
Bukan itu saja, kata dia, larangan berhubungan seksual juga berlaku jika suami atau istri sedang berihram, dengan cara liwath (sodomi), dan dalam kondisi sakit yang tidak memungkinkan untuk melakukan hubungan suami-istri.
"Suami wajib menjalin interaksi dengan istri secara makruf dan karenanya suami tidak boleh memaksa hubungan seksual kepada istri. Dan, istri wajib taat kepada suami sepanjang tidak untuk perbuatan maksiat, karenanya istri tidak boleh menolak ajakan suami untuk melakukan hubungan seksual kecuali dalam kondisi yang terlarang secara syari," tuturnya.
ANTARA