TEMPO.CO, Yogyakarta - Mary Jane Fiesta Veloso, terpidana mati yang lolos pada eksekusi tahap dua lalu, diyakini sebagai korban human trafficking atau perdagangan manusia lintas negara. Delegasi dari Filipina dalam acara Inaugural Meeting of the ASEAN Network for Witness and Victim Protection 2015, Martin T. Menez, menegaskan hal itu.
"Mary Jane adalah korban trafficking," kata Martin menjawab pertanyaan Tempo seusai penutupan ASEAN Network for Witness and Victim Protection 2015 di Hotel Royal Ambarrukmo, Yogyakarta, Rabu, 26 Agustus 2015.
Martin menegaskan Filipina harus melindungi warganya dari tindakan kriminal perdagangan manusia. Filipina telah melakukan proses hukum terhadap perekrut Mary Jane, yang kedapatan membawa 2,6 kilogram heroin di Bandar Udara Adisutjipto pada 2010.
Saat ini proses hukum terhadap perekrutnya sudah memasuki tahap penuntutan. "Secara politis dan diplomatis, kami membantu Mary Jane," ujar Martin.
Tujuannya, Martin menambahkan, supaya bisa membebaskan ibu dua anak itu dari hukuman mati. Pemerintah Indonesia diharapkan meninjau ulang vonis itu.
Mary Jane lolos dari jadwal eksekusi pada April 2015 karena perekrutnya menyerahkan diri dan mengakui merekrut Mary Jane dalam perdagangan narkotik. Lobi-lobi diplomatik dan politik dilakukan oleh pemerintah Filipina. Perekrut Mary Jane adalah Maria Kristina Sergio. Ia menyerahkan diri pada 28 April 2015 bersama pasangannya, Julius Lacanilao.
Pihak Filipina juga meminta Kejaksaan Agung memintai keterangan dari Mary Jane demi kasus hukum perekrutnya. Hal ini rencananya dilakukan secara telekonferensi. Namun, sejak ia lolos dari eksekusi mati tahap kedua, belum ada telekonferensi itu.
"Kami belum menerima perintah untuk telekonferensi itu," tutur Zulkardiman, Kepala Seksi Penerangan Hukum Kejaksaan Tinggi Daerah Istimewa Yogyakarta.
Mary Jane kini masih menghuni Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Wirogunan, Yogyakarta. Ia menempati sel khusus perempuan.
MUH SYAIFULLAH