TEMPO.CO, Serang - Karena menipu 35 tenaga honorer K-2 di lingkungan Dinas Kesehatan Kabupaten Lebak, mantan Kepala Badan Kepegawaian Daerah Kabupaten Lebak, Banten, Ade Nurhikmat, Rabu sore, divonis bersalah melakukan tindak pidana korupsi oleh majelis hakim tindak pidana korupsi Pengadilan Negeri Serang. Akibatnya, mantan Kepala BKD Lebak tahun 2013 itu divonis 3 tahun penjara karena terbukti menerima uang suap dari puluhan honorer K-2 yang ingin lolos menjadi pegawai negeri sipil.
Ade Nurhikmat tidak sendiri. Ia bersama rekannya, seorang dokter yang juga mantan Kepala Dinas Kesehatan Lebak, Venny Iriani Amaliah. Mereka diganjar 3 tahun penjara karena terbukti secara sah melanggar Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi. Selain vonis 3 tahun penjara, terdakwa harus membayar denda Rp 50 juta subsider 1 bulan kurungan.
Vonis tersebut lebih ringan dibandingkan tuntutan jaksa penuntut umum Kejaksaan Negeri Rangkasbitung. Jaksa menuntut pidana 4 tahun penjara dan denda Rp 200 juta subsider 2 bulan kurungan.
Fakta dalam persidangan terungkap, pada tahun 2013, terdakwa terlibat penyuapan dalam penerimaan 35 tenaga honorer K-2 sebagai PNS di lingkungan Dinas Kesehatan Kabupaten Lebak. Saat masih menjabat sebagai Kepala BKD Kabupaten Lebak, terdakwa Ade Nurhikmat bersama rekannya, mantan Kepala Dinas Kesehatan Lebak Venny Iriani Amaliah, menjanjikan para tenaga honorer K-2 itu lolos menjadi PNS tanpa harus menjalani seleksi.
Dari 35 tenaga honorer K-2, setiap tenaga honorer oleh terdakwa dimintai uang pelicin dari Rp 9 juta hingga Rp 35 juta, hingga terkumpul uang sebesar Rp 871 juta.
Uang suap tersebut kemudian digunakan oleh terdakwa Venny sebesar Rp 61 juta untuk keperluan pribadi. Selebihnya, uang pelicin berjumlah Rp 810 juta diberikan kepada Ade Nurhikmat agar bisa meloloskan 35 honorer K-2 sebagai pegawai negeri sipil. Namun, faktanya, puluhan honorer K-2 tersebut tidak lolos sebagai PNS.
Oleh majelis hakim, perbuatan terdakwa dinilai tidak mendukung program pemerintah dalam pemberantasan korupsi. Perbuatan terdakwa tidak memberikan contoh yang baik bagi anak buahnya dan masyarakat, serta mencoreng institusi tempat mereka bekerja sebagai pertimbangan memberatkan. Adapun yang meringankan, terdakwa telah mengembalikan total uang suap kepada puluhan honorer K-2 yang telah tertipu.
Menanggapi vonis yang dijatuhkan majelis hakim, terdakwa menerimanya. Namun jaksa penuntut umum Kejaksaan Negeri Rangkas Bitung, Eko Baroto, menyatakan pikir-pikir. Menurut Eko, dakwaan atau tuntutan jaksa penuntut umum adalah pasal 12 huruf e, yang artinya terjadi pungutan liar atau pemerasan, bukan penerimaan hadiah seperti yang telah diputus oleh majelis hakim.
DARMA WIJAYA
SIMAK JUGA:
Digerebek di Hotel, Mantan Anggota TNI Ancam Ledakkan Granat